KEBAIKAN DI DUNIA DAN KEBAIKAN DI AKHIRAT
M.Rais Ahmad
M.Rais Ahmad
“ Dan diantara mereka ada yang berdo’a ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka”
(QS.2 : 201).
Kita kaum muslimin sudah biasa melafazkan do’a ini yang meliputi kebaikan hidup di dunia dan sekaligus juga kebaikan hidup di akhirat. Permohonan kualitas hidup yang terbaik di dunia dan di akhirat yaitu di dua tempat yang sedang kita alami di dunia ini dan yang akan kita tempuh kelak di akhirat. Tambahan kalimat yang menyebut ”periharalah kami dari siksa neraka”, berarti bahwa kebaikan hidup di akhirat itu bukan di neraka, tetapi di suatu tempat lain yakni di surga jannatun na’im! Persoalannya bagaimana pemahaman kita tentang kehidupan itu sendiri. Antara kehidupan di dunia ini dan kehidupan di akhirat kelak, bagaimana kaitannya satu sama lain, dan sejauh mana persamaannya atau kalau ada mengenai perbedaannya ,QS. 87: 17 (al A’la) “ sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”.
Dari ayat ini kita dapat mengetahui bahwa kehidupan di dunia ini tidak lebih baik dari kehidupan di akhirat dan cuma sementara waktu saja. Sejak dahulu kala manusia memiliki umur yang terbatas. Apabila sampai ajalnya, maka tak dapat diundurkan barang sejenak atau di majukan sesaatpun. Dengan begitu maka kematian itu suatu kepastian dan sia-sia saja menghindarinya, karena kematian itu adalah awal untuk kehidupan di akhirat kelak ( QS. 93: 4 ).
Apabila di awal kehidupan di dunia ini ada kematian yang membatasinya, maka di akhirat nanti abadi, suatu keadaan yang tidak ada akhir, tidak ada ajal, tidak ada kematian. Maka sejak sekarang sepatutnyalah kita sudah memikirkan keadaan kita nanti di akhirat itu. Jika di dunia ini kita mengalami kesulitan, karena penyakit atau kecelakaan yang sampai tidak tertahankan lagi maka akan berakhir dengan kematian. Sebaliknya di akhirat nanti, jika kesakitan tersebab pembalasan atas perbuatan maksiyat di dunia, maka rasa sakit, rasa pedih, rasa ngilu dan penderitaan itu juga dirasakan tanpa ada akhir lagi seperti kematian ketika di dunia.
Sebaliknya rasa senang, gembira bahagia yang kita rasakan di dunia sering kali sangat terbatas masanya. Tidak jarang kebahagiaan kita dengan harta kekayaan yang melimpah, dengan kekuasaan yang besar berakhir dengan habisnya harta dan lepasnya kekuasaan itu. Atau kekayaan yang melimpah itu ditinggal karena kematian, kekuasaan yang begitu besar terhenti karena habis masa hidupnya di dunia. Sehingga harta dibagi-bagi kepada akhli waris; kekuasaan digantikan oleh orang lain. Kita coba bayangkan jika kebahagiaan, kegembiraan dan kesenangan itu kekal dan berlangsung selama-lamanya karena di akhirat itu kehidupan bersifat abadi. Keadaan ini merupakan suatu kepastian yang tidak tebantahkan karena keimanan kepada Allah dan kepada hari akhirat merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. Apa yang kita dambakan tentulah kualitas hidup yang dinamakan kebahagiaan. Kebahagiaan di dunia dan berlanjut sampai di akhirat kelak.
Bagaimana mungkin kita dapat meraih kebahagiaan itu sementara problem problem hidup ini dari hari ke hari semakin menghimpit juga. Beriringan dengan bertambahnya usia semakin berat pula problem hidup yang menimpa. Banyak orang yang tidak tahan dan malah lari dari agama sehingga berbagai bentuk tekanan kejiwaan muncul, stress, putus asa dan apatis.
Kondisi ini sebenarnya akibat jauhnya dari nilai-nilai kebenaran dan bimbingan Ilahi, QS Thoha (20) : 124 : “ Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
Disaat lilitan kesulitan kehidupan menyelimuti diri, kita kembalikan semua masalah kepada yang Empunya Kehidupan. Sesungguhnya hidup ini hanyalah ujian. Untuk melihat siapa diantara kita yang terbaik amalnya. Pada tempatnyalah apabila kita mendekatkan diri hanya kepada Al Khaliq, sang Pencipta yang menjadi penentu, yang member jalan keluar dari berbagai kesulitan dan yang memberikan ketenangan jiwa kepada hamba-hamba Nya.
QS.92 (al lail) : 5-7 “ Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa pasti akan Kami berikan padanya jalan yang mudah”.
Seseorang yang dekat kepada Allah akan mendapatkan kemudahan dari segala urusan dan memperoleh jalan untuk menyelesaikan berbagai masalah hidupnya. Mereka pun akan memperoleh kebahagiaan hidup yang di dambakan semua orang.
QS.Yunus (10) :62-63 “ Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati yaitu orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa”.
Persoalan apapun yang dihadapi seorang mukmin, karena yakin mendapat dukungan Allah dan jaminan akhirat yang menentramkan jiwa. Jadi, ukuran yang paling menentukan kebahagiaan itu adalah sejauh mana ia dapat mendekatkan diri kepada Allah. Masalah kita dengan Allah adalah bagaimana kita dapat memulai mendekatkan diri kepadaNya, mana kala kita merasa berbagai dosa telah menyelimuti diri? Apakah Allah akan menerima kehadiran kita? Dalam hal ini agama memberi petunjuk kepada hamba-hamba Allah yang sesat dan jauh dari nilai-nilai kebenaran dengan seruan yang tercantum dalam :
QS.Az-Zumar : 53 “ Katakanlah wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Inilah pintu yang dibukakan Allah selebar-lebarnya untuk hamba-hamba Nya yang telah sesat. Mengapa kita tidak berupaya untuk memasukinya. Pada hal Rasulullah SAW, senantiasa menyeru kita untuk kembali ke jalan yang benar.
QS.11 : 3 (Hud) “ Mintalah ampunan kepada Rabbmu, kemudian bertobatlah kepada Nya, maka ia akan memberi kepadamu kesenangan yang baik sampai masa yang telah ditentukan, dan tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan akan diberi keutamaan, dan jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Aku (Muhammad) sangat menghawatirkan adzab di hari yang besar yang akan menimpamu".
Sesungguhnya tidak ada dosa sebesar apapun melainkan itu akan diampunkan oleh Allah, sepanjang si pelaku bertobat dengan sesungguhnya. Tobat dilakukan dengan penyesalan, berjanji tidak mengulanginya lagi, kemudian memperbaiki diri dengan sebaik-baiknya. Setelah bertobat dilanjutkan dengan mendekatkan (taqarrub) kepada Allah. Seorang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah akan mendapatkan derajat terbaik sebagai wali Allah. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda , sesungguhnya Allah berfirman : ” Barang siapa memusuhi orang-orang yang Aku cintai, maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadamu. Dan tidaklah hambaKu itu bertaqarrub kepada Ku, dengan sesuatu yang lebih Aku sukai seperti bila ia melakukan apa yang Aku perintahkan kepadanya. Dan hambaKu senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah, sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku mencintainya maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berjuang, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta sesuatu kepadaKu, niscaya Aku memberinya, dan jika ia minta perlindungan kepadaKu pasti Aku melindunginya” (H.R.Bukhari) .Maka dapat dipahami bahwa yang disebut wali adalah kekasih Allah yaitu mereka yang senantiasa menjalankan kewajiban kepada Allah dan menambah amalan sunnat sehingga mereka dicintai Allah.
Seorang yang telah dicintai Allah dan mencintai Allah mendapat jaminan perlindungan total dari Allah baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan seluruh aktivitasnya direkomendasikan sebagai gerak Ilahiyah yang memiliki nilai tinggi di sisi Allah. Dialah yang hidupnya bahagia di dunia dan mendapat syurga di akhirat kelak.
Wallahu a’lam