Istilah halaqah (lingkaran) biasanya digunakan untuk menggambarkan sekelompok kecil muslim yang secara rutin mengkaji ajaran Islam. Jumlah peserta dalam kelompok kecil tersebut berkisar antara 3-12 orang, dimana ada satu orang yang bertindak sebagai narasumber yang sering diistilahkan dengan murabbi atau pembina. Di dalamnya mereka kemudian mengkaji Dinul Islam dengan minhaj atau kurikulum tertentu dengan sasaran dan tujuan tertentu pula.
Di beberapa kalangan, istilah halaqah disebut juga dengan istilah mentoring, usrah, pengajian kelompok, tarbiyah dan sebutan lainnya. Sedangkan istilah tarbiyah sendiri adalah sebuah proses pendidikan atau pembelajaran.
Fenomena Halaqah
Dahulu, halaqah lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia. Namun saat ini, seiring dengan datangnya era reformasi, utamaya pada aspek keberagamaan kita, halaqah kemudian menjadi sesuatu yang inklusif dan terbuka.
Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas halaqah tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-ganti. Dipimpin oleh seorang murobbi, berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.
Seperti diketahui, kini fenomena halaqah menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-beda. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid, maupun di rumah-rumah penduduk. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara Islam lainnya.
Contoh yang paling mudah bisa kita dapati di dua masjid Al-Haram, yakni Mekkah dan Madinah. Setiap hari kedua masjid ini selalu dipenuhi dengan halaqah yang diisi oleh para masyaikh yang merupakan pakar di bidangnya. Bahan yang dikaji dalam halaqah mereka berkaitan dengan beberapa bidang agama seperti aqidah, fiqh, hadits, sirah, muamalah dan lainnya .
Fenomena maraknya halaqah merupakan fenomena yang wajar. Seiring dengan semakin banyaknya orang yang ingin kembali kepada Islam. Halaqah diyakini oleh mereka sebagai sarana yang efektif untuk mempelajari Islam secara rutin dan mendalam serta mengamalkannya secara konsisten.
Urgensi Halaqah Tarbiyah dan Akselerasi Dakwah
Halaqah Tarbiyah saat ini dan insya Allah di masa yang akan datang, menjadi alternatif sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah). Apalagi sampai saat ini para pemikir da'wah belum dapat menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqah. Sehingga semakin banyak da'i dan ulama yang mendukung pendidikan atau tarbiyah melalui sistem halaqah. Sebagian dari mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan sistem halaqah/usroh dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi syar'i, sejarah dan sunnah Rasul. Misalnya, salah seorang pemikir da'wah, DR. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqah : “ tarbiyah melalui sistem halaqah merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan", karena dalam sistem halaqoh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan seorang murobbi yang ia adalah pemimpin halaqoh itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya
yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya". Selain itu, saat ini halaqah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat. Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti halaqah tersebut memiliki latar belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Sehingga Halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif.
Yang terpenting adalah halaqah dirasakan sangat bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self development) para pesertanya. Halaqah yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah). Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu akan membentuk kematangan pribadi para pesertanya. Sehingga saat-saat liqo tarbawi merupakan yang paling dirindukan. Selanjutnya sang mutarabbi menjelma sebagai murabbi dan da’i bagi umat. Ilmu dan pemahaman yang didapatkan dalam liqo tarbawi , telah menjadi tema da'wah untuk disampaikan kepada yang lainnya. Mereka akan menjadi sosok-sosok Rabbaniyyun bagi umat. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Mereka juga tidak ragu untuk menyampaikan ilmu Islam kepada mad’u (obyek da’wah). Meski usia mereka muda, bukan lulusan pesantren dan bahkan sebagian besar belum menguasai bahasa Arab, namun ada "izzah" sehingga mereka merasa mulia dan bangga akan fikrah Islam yang mereka miliki. Ada "hamasah" (semangat menggelora) untuk mengamalkan Islam dan menyerukannya kepada orang lain. Dan ada "ghirah" (kecemburuan dan semangat pembelaan) terhadap Islam yang diabaikan oleh ummat-nya sendiri. Ketiga hal ini tidak lahir kecuali dari mata air keimanan yang jernih,l autan pemahaman yang luas dan gelombang keikhlasan yang tidak pernah surut. Semua ini menjadikan himpunan mereka sebagai bangunan yang kokoh dan saling menopang (al-bunyan al-marshush). Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, artinya:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (Qs. As-Shaf: 4).
Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqah dan dengan terbentuknya kader-kader Islami yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran melalui sistem self development di atas, maka proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) yang “sebenar-benarnya umat” akan mengalami akselarasi, bukan lagi hanya sekedar label “muslim” sebagaimana yang tertulis dalam identitas mereka (KTP), dimana esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini. Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Tentunya, Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqah tidak berkembang dan punah. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami kondisi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.
Agar Halaqah Tarbiyah Menjadi Sukses
Agar sebuah halaqah tarbiyah dapat sukses dalam menjalankan perannya sebagaimana di atas, setidaknya ada beberapa poin yang mesti ada dalam tubuh Halaqah Tarbiyah itu sendiri, antara lain : Yang pertama dan utama, adalah istiqamah. Hal ini harus senantiasa menghiasi jiwa para murobbi dan mad’u atau mutarobbi dalam melewati putaran roda da’wah . Istiqamah dalam hidayah, istiqamah dalam keikhlasan, istiqamah dalam kesabaran. Inilah hal terberat bagi setiap mereka yang menyerukan agama ini dan bahkan nabi sealipun. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Yang kedua, adalah inti dari istiqamah yaitu kesabaran. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan jangan-lah kamu mengikuti orang yang hatinya felah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Qs. Al-Kahfi: 28).
Yang ketiga, adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indibath bil-mas’uliyah). Tanggungjawab yang berangkat dari kesadaran akan amanah da’wah ini, haruslah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para Murabbi kepada mutarabbinya.
Semakin mereka disiplin pada tanggung-jawab da’wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya : artinya, "Dan bersabarlah, karena Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat kebaikan." (Qs. Huud:115).
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabatsahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
Penutup Seperti yang sudah dijelaskan di atas, tarbiyah adalah sebuah proses pendidikan atau pembelajaran. Sebuah perjalanan yang tidak mungkin berhenti sebelum Anda disapa oleh Malaikat Maut.
Halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus. Satu hal lagi, bahwa halaqah Tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu. Wallahu A'lam.
____________________________________________________
Di beberapa kalangan, istilah halaqah disebut juga dengan istilah mentoring, usrah, pengajian kelompok, tarbiyah dan sebutan lainnya. Sedangkan istilah tarbiyah sendiri adalah sebuah proses pendidikan atau pembelajaran.
Fenomena Halaqah
Dahulu, halaqah lebih banyak berjalan secara diam-diam, bahkan rahasia. Namun saat ini, seiring dengan datangnya era reformasi, utamaya pada aspek keberagamaan kita, halaqah kemudian menjadi sesuatu yang inklusif dan terbuka.
Semua orang Islam bisa mempelajari dan mengikutinya, tanpa ada amniyah (rahasia informasi) yang banyak seperti dulu lagi. Walau begitu, ciri khas halaqah tetap dipertahankan, yaitu peserta yang dikelompokkan menurut tingkat pemahamannya terhadap Islam, jumlah peserta yang dibatasi, tetap, dan tidak berganti-ganti. Dipimpin oleh seorang murobbi, berlangsung rutin, dan dengan materi terpadu.
Seperti diketahui, kini fenomena halaqah menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum muslimin di mana pun mereka berada. Walau mungkin dengan nama yang berbeda-beda. Baik itu di kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid, maupun di rumah-rumah penduduk. Ini bukan hanya fenomena yang terjadi Indonesia, tapi juga di negara-negara Islam lainnya.
Contoh yang paling mudah bisa kita dapati di dua masjid Al-Haram, yakni Mekkah dan Madinah. Setiap hari kedua masjid ini selalu dipenuhi dengan halaqah yang diisi oleh para masyaikh yang merupakan pakar di bidangnya. Bahan yang dikaji dalam halaqah mereka berkaitan dengan beberapa bidang agama seperti aqidah, fiqh, hadits, sirah, muamalah dan lainnya .
Fenomena maraknya halaqah merupakan fenomena yang wajar. Seiring dengan semakin banyaknya orang yang ingin kembali kepada Islam. Halaqah diyakini oleh mereka sebagai sarana yang efektif untuk mempelajari Islam secara rutin dan mendalam serta mengamalkannya secara konsisten.
Urgensi Halaqah Tarbiyah dan Akselerasi Dakwah
Halaqah Tarbiyah saat ini dan insya Allah di masa yang akan datang, menjadi alternatif sistem pendidikan Islam yang cukup efektif untuk membentuk muslim berkepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah). Apalagi sampai saat ini para pemikir da'wah belum dapat menemukan sistem alternatif lain yang sama efektifnya dalam mencetak kader Islam yang tangguh seperti yang telah dihasilkan oleh halaqah. Sehingga semakin banyak da'i dan ulama yang mendukung pendidikan atau tarbiyah melalui sistem halaqah. Sebagian dari mereka bahkan menulis buku yang menganalisa kehandalan sistem halaqah/usroh dalam mencetak kader-kader Islam. Termasuk menganalisanya dari sisi syar'i, sejarah dan sunnah Rasul. Misalnya, salah seorang pemikir da'wah, DR. Ali Abdul Halim Mahmud, mengemukan pendapatnya tentang sistem halaqah : “ tarbiyah melalui sistem halaqah merupakan tarbiyah yang sesungguhnya dan tak tergantikan", karena dalam sistem halaqoh inilah didapatkan kearifan, kejelian dan langsung di bawah asuhan seorang murobbi yang ia adalah pemimpin halaqoh itu sendiri. Sedang program-programnya bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya
yang diatur dengan jadwal yang sudah dikaji sebelumnya". Selain itu, saat ini halaqah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan merakyat. Tanpa melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial atau budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang ingin mengikuti halaqah tersebut memiliki latar belakang pendidikan agama Islam atau tidak. Sehingga Halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif.
Yang terpenting adalah halaqah dirasakan sangat bermanfaat bagi pengembangan pribadi (self development) para pesertanya. Halaqah yang berlangsung secara rutin dengan peserta yang tetap berlangsung dengan semangat kebersamaan (ukhuwah Islamiyah). Dengan nuansa semacam itu, peserta belajar bukan hanya tentang nilai-nilai Islam, tapi juga belajar untuk bekerjasama, saling memimpin dan dipimpin, belajar disiplin terhadap aturan yang mereka buat bersama, belajar berdiskusi, menyampaikan ide, belajar mengambil keputusan dan juga belajar berkomunikasi. Semua itu akan membentuk kematangan pribadi para pesertanya. Sehingga saat-saat liqo tarbawi merupakan yang paling dirindukan. Selanjutnya sang mutarabbi menjelma sebagai murabbi dan da’i bagi umat. Ilmu dan pemahaman yang didapatkan dalam liqo tarbawi , telah menjadi tema da'wah untuk disampaikan kepada yang lainnya. Mereka akan menjadi sosok-sosok Rabbaniyyun bagi umat. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani. Karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (Qs. Ali Imran: 79).
Mereka juga tidak ragu untuk menyampaikan ilmu Islam kepada mad’u (obyek da’wah). Meski usia mereka muda, bukan lulusan pesantren dan bahkan sebagian besar belum menguasai bahasa Arab, namun ada "izzah" sehingga mereka merasa mulia dan bangga akan fikrah Islam yang mereka miliki. Ada "hamasah" (semangat menggelora) untuk mengamalkan Islam dan menyerukannya kepada orang lain. Dan ada "ghirah" (kecemburuan dan semangat pembelaan) terhadap Islam yang diabaikan oleh ummat-nya sendiri. Ketiga hal ini tidak lahir kecuali dari mata air keimanan yang jernih,l autan pemahaman yang luas dan gelombang keikhlasan yang tidak pernah surut. Semua ini menjadikan himpunan mereka sebagai bangunan yang kokoh dan saling menopang (al-bunyan al-marshush). Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, artinya:
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (Qs. As-Shaf: 4).
Dengan merebaknya sistem pendidikan halaqah dan dengan terbentuknya kader-kader Islami yang senantiasa berdakwah kepada kebenaran melalui sistem self development di atas, maka proses pembentukan umat yang Islami (takwinul ummah) yang “sebenar-benarnya umat” akan mengalami akselarasi, bukan lagi hanya sekedar label “muslim” sebagaimana yang tertulis dalam identitas mereka (KTP), dimana esensinya jauh dari nilai-nilai Islam seperti yang kita saksikan saat ini. Hal ini akan berdampak pada kehidupan manusia secara menyeluruh yang lebih berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Tentunya, Umat Islam akan mengalami kerugian yang besar jika sistem halaqah tidak berkembang dan punah. Bahkan, mungkin dapat disebut, jika sistem halaqah tumpul dan mandul, maka umat akan mengalami kondisi lost generation (kehilangan generasi pelanjut) yang berkarakter Islami.
Agar Halaqah Tarbiyah Menjadi Sukses
Agar sebuah halaqah tarbiyah dapat sukses dalam menjalankan perannya sebagaimana di atas, setidaknya ada beberapa poin yang mesti ada dalam tubuh Halaqah Tarbiyah itu sendiri, antara lain : Yang pertama dan utama, adalah istiqamah. Hal ini harus senantiasa menghiasi jiwa para murobbi dan mad’u atau mutarobbi dalam melewati putaran roda da’wah . Istiqamah dalam hidayah, istiqamah dalam keikhlasan, istiqamah dalam kesabaran. Inilah hal terberat bagi setiap mereka yang menyerukan agama ini dan bahkan nabi sealipun. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Maka istiqamahlah (kamu) sebagaimana yang Aku perintahkan…" (Qs. Hud: 112).
Yang kedua, adalah inti dari istiqamah yaitu kesabaran. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan jangan-lah kamu mengikuti orang yang hatinya felah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Qs. Al-Kahfi: 28).
Yang ketiga, adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indibath bil-mas’uliyah). Tanggungjawab yang berangkat dari kesadaran akan amanah da’wah ini, haruslah menjadi tradisi yang diwariskan oleh para Murabbi kepada mutarabbinya.
Semakin mereka disiplin pada tanggung-jawab da’wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman, artinya : artinya, "Dan bersabarlah, karena Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat kebaikan." (Qs. Huud:115).
Bagi seorang Murabbi, ia dengan rela meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi liqo yang secara rutin dilakukan. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."(Qs.At-Taubah: 24).
Dan Membolos bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud. Allah subhanahu Wa Ta'ala berfirman,artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Qs. Al-Anfal: 27).
Begitu pula bagi seorang mutarabbi, dengan disiplin akan tanggungjawab dan amanah yang ada di pundaknya, akan membuat mereka sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika mereka datang terlambat untuk mengikuti kajian rutin pada halaqah tarbiyah mereka. Atau ketika mereka udzur (berhalangan), maka esok harinya mereka akan sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya untuk menyalin materi yang diberikan.
Yang keempat, adalah paripurna dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah – ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang guru (muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam dan taujihatnya. Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara dan meningkatkan ruhiyah mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi, ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit dari kegagalannya. Ketika berada di medan da’wah dan amal jama’i, ia berperan sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura (musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah . Dan ketika ia sedang rihlah (jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbinya, ia menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari kalangan sahabatsahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (as-sabiqunal awalun) Radhiallahu ‘Anhum dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad’u atau Mutarabbi merasa nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan (ruhul-istijabah) yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta. Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan kepribadian yang cepat dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru dan agent of change (agen perubahan) ke arah kebaikan.
Penutup Seperti yang sudah dijelaskan di atas, tarbiyah adalah sebuah proses pendidikan atau pembelajaran. Sebuah perjalanan yang tidak mungkin berhenti sebelum Anda disapa oleh Malaikat Maut.
Halaqah tarbiyah tidak lain hanyalah wasilah (sarana) yang bisa dimanfaatkan dalam rangka dakwah kepada Allah dan melahirkan generasi yang islami. Sebagaimana metode Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam selama tiga tahun menyampaikan dakwah dalam bentuk ajakan per individu dari rumah ke rumah. Bagi yang menerima dakwah, segera dikumpulkan di rumah seorang sahabat bernama Arqom, sehingga rumah tersebut dikenal sebagai Darul Arqam (rumah Arqom). Di rumah ini setiap hari para sahabat mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an dan penjelasannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Di tempat inilah mereka dibina dan dikader dengan sungguh-sungguh dan terus menerus. Satu hal lagi, bahwa halaqah Tarbiyah sama sekali tidak identik apalagi merupakan hak milik suatu organisasi atau Jamaah tertentu. Sekelompok Muslim dari mana pun dan kapan pun bisa berinisiatif membentuk sebuah halaqah tanpa harus terikat dengan organisasi atau jamaah tertentu. Wallahu A'lam.
____________________________________________________
( Dikutip dari berbagai sumber )
Dikirim oleh : Abu Mujahid ( Sekretaris Departemen Kaderisasi DPC-WI Gowa)