Gambar: site Plant Universitas Ibn Khaldun Bogor pada saat di buat pertama kali
UIKA kini sudah berdiri sekitar 51 tahun (di-2012), Banyak sudah sejarah dan berkas yang ditorehkan oleh UIKA, lahirnya para cendikiawan dan pemikir Islam serta Tokoh-tokoh Nasional, membuat UIKA semakin terlihat eksis di Tanah Air ini. Berdirinya UIKA 1961 atau tepatnya 23 April 1961 penuh dengan Romantika perjuangan, UIC (Universitas Ibn Chaldun ) adalah nama Awal dari UIKA (Universitas Ibn Khaldun) yang di dirikan oleh Dokter Ali Akbar yang juga seorang pendiri (YARSI). Hingga UIC diserahkan pengelolaannya kepada Pengurus Bogor dan UIC beralih nama menjadi UIKA ( Universitas Ibn Khaldun Bogor ). Tampilah Dokter Marzuki Mahdi, Ketua Masyumi dan ketua DPRD Bogor sebagai Ketua Yayasan. Mr. Abdullah Siddik, Mantan Duta basar RI di Bangkok menjadi Rektor,
Pada periode Orde Lama, UIKA berupaya untuk bertahan hidup sekuat tenaga dengan mempertahankan identitas Islamnya. Kampus berpindah-pindah mulai dari SD Papandayan ke SD Pabrik Gas dan SD Bangka. Ketika pecah peristiwa G30S-PKI, civitas UIKA ikut serta bersama gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda-Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) bergerak di jalanan menentang rezim Orde Lama. Ketika itu UIKA sudah membentuk Kompi-Menwa yang dipersenjatai dan bermarkas di Kampus Pabrik Gas.
Memasuki Periode Ketiga kepemimpinan Yayasan beralih ke generasi berikutnya, Sholeh Iskandar yang juga memimpin Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah, menyusul tahun 1972 memimpin Badan Kerjasama Pondok Pesantren Jabar (BKSPP). Di masa ini mulai terasa peningkatan kemajuan UIKA, kepemimpinan UIKA mulai bersentuhan dengan Pejabat Negara. Rektor dijabat oleh Ir. Prijono Harjosentono yang juga Direktur PPA Departemen Kehutanan. Masa berpindah-pindah kampus (nomaden) berakhir ketika Djanamar Adjan, tokoh PII yang menjadi duta RI di Nigeria menjual murah rumahnya di jalan Martadinata No. 4. Diikuti oleh Dr. Omar Zubair, dosen University King Abdul Aziz-Jedah yang juga tokoh Rabithah Alam Islamy yang mewakafkan rumah yang dibelinya di jalan Martadinata No. 2 kepada UIKA. Ternyata di masa Orde Baru kecurigaan pemerintah kepada UIKA belum hilang. Tahun 1978 Ketua Yayasan, Sholeh Iskandar ditahan penguasa tanpa prosedur hukum. Penahanan diikuti oleh aktivis mahasiswa UIKA, guru dan pegawai Pesantren Pertanian Darul Fallah serta pengurus BKSPP. Sementara itu fasilitas kampus bertambah dengan dibangunnya mesjid Al Hijri I di atas tanah Negara yang dikuasai oleh Pemerintah Kotamadya Bogor. Mesjid ini belakangan menjadi pusat kegiatan aktivis kampus di bidang keislaman.
Ketika Rektor beralih kepada Dr. Ir. AM Saefuddin, dalam orasi Milad tahun 1983 dideklarasikan Islamisasi Sains dan Kampus ( ISK ) yang dilandasi moto UIKA: Iman, Ilmu, dan Amal. Ternyata deklarasi itu bergema di kalangan ‘anak-anak muda‘ kampus di Jawa dan Makasar. Terjadilah gelombang ‘migrasi’ aktivis kampus dari Surabaya, Jombang, Yogya, Solo, Bandung dan Ibukota masuk bergabung ke UIKA. ISK dikembangkan lewat kurikulum Agama Islam yang diberi bobot pada awalnya 8 semester terdiri dari Dasar- dasar Islam, Pengembangan Islam, Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI) atas masing-masing Fakultas yang Non Agama dan Wawasan Islam. Dalam pelaksanaannya dibentuk Tim Pendidikan Agama Islam ( TPAI ) dengan dosen-dosen yang mumpuni yang dibantu oleh sejumlah asisten dari mahasiswa senior dan aktivis mesjid (LDK). Kegiatan keislaman meningkat, pengajian-pengajian menjadi hidup, pengkajian keilmuan semakin semarak, pelatihan-pelatihan terjadwal dengan baik. Dalam waktu tidak terlalu lama tim yang solid terbentuk dan dimulailah Program Safari ke pusat – pusat perguruan tinggi di Jawa dan Pondok Pesantren di Jawa Barat. Gema ISK meluas dengan terbentuknya Poros Jakarta-Bogor- Bandung (JBB) yang diwakili Universitas Ashafi’iyah atau (UIA), UIKA, dan Universitas Islam Bandung (UNISBA). Kerjasama itu makin meluas menjadi Badan Kerjasama Perguruan Islam Swasta (BKSPTIS). Melalui BKSPTIS digelar seminar Ekonomi Islam dan Bank tanpa bunga di UNISBA tahun 1983 yang dihadiri oleh tokoh-tokoh tua antara lain Syafrudin Prawiranegara, pendiri Bank Sentral Indonesia dan tokoh-tokoh ekonom muda.
Munculnya Bank Mu’amalat, Ekonomi Syariah, Undang-undang Zakat, Wakaf, dan seterusnya hakikatnya wujud nyata Islamisasi di tingkat Nasional. Di tingkat Internal Kampus berdiri pesantren Ulil Albaab prakasa M. Natsir dan AM Saefuddin yang diamanahkan kepada Didin Hafidhuddin sebagai kyainya. Kemudian dibangunlah Masjid Al Hijri 2 dan asrama Santri, Pesantren Ulil Albaab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan Pesantren Ulil Albaab didasari tesis M Natsir bahwa kekuatan umat itu terletak pada Jalinan yang kuat antara Mesjid-Pesantren dan Kampus Islam. Secara eksplisit Sholeh Iskandar menyebut pada waktu itu bahwa UIKA adalah kampus perjuangan. Perkembangan UIKA berikut diikuti dengan berdirinya Program Studi Ekonomi Syariah (S1) dan Program Studi Magister Manajemen (S2), Magister Pendidikan Agama Islam, Magister Ekonomi Islam, dan Pemikiran Islam dan kemudian Program Doktor Pendidikan Islam.
Pada periode ke empat di era reformasi, UIKA memasuki era baru, yaitu bebas dari tekanan penguasa. Hubungan dengan pemerintah berjalan dengan normal. Fasilitas pendidikan termasuk beasiswa berjalan lancar, baik dari Diknas maupun dari instansi-instasi lain, BUMN dan perusahaan-perusahaan terjalin kerjasama yg baik. Pemerintah pusat dan daerah serta penguasaha membuka kesempatan bersama karena hubungan baik yang telah terjalin dengan alumni dan Dosen UIKA. Mereka telah banyak mengembangkan kegiatannya di pemerintahan legislatif, perusahaan-perusahaan dan berbagai pelayanan publik. Kini UIKA sudah memiliki kurang lebih 10 rektor yang bergantian selama beberapa priode, begitupun yayasannya yang kini di ketuai oleh Drs. Chaeruddin A N. dan Rektornya Prof. Dr. Ramly Hutabarat, SH. M. Hum di Priode 2008-2012 dan dibawah inilah gambar Rektor-Rektor yang pernah menjabat di Kampus Uiniversitas Ibn Khaldun ini.
Masihkah UIKA akan menorehkan sebuah tinta emas yang akan membawa UIKA terus eksis bahkan berkembang pesat, sebagai salah satu Universitas islam tertua, ataukah UIKA kiah hari, kian lesuh karena termakan usianya yang kian menua. Itu tergantung kepada para pengelola serta kerja keras kita dalam melambungkan UIKA, pernahkah anda menghargai kerja keras yang di torehlan para pendahulu UIKA yang mungkin telah berkorban mendirikan UIKA hingga tetap eksis hingga saat ini, salah-satu yang harus kita contoh dari sifat para pendahulu UIKA adalah keikhlasan berjuang mereka yang tinggi, banyak memberi sedikit meminta dan menghindarkan diri dari keterikatan pada materi adalah watak yang paling menonjol bagi para pendahulu UIKA.
Harapan mereka kepada kita tak lain pewaris kedepan diharapkan tetap teguh mempertahankan krakter yang kuat itu dengan tetap menggunakan landasan iman ilmu dan amal dalam setiap kebijakan yang akan dilaksanakan. Semoga harapan itu terwujud. Amin....
Jayalah UIKA, Jayalah almamaterku. Semoga umurmu yang bertambah makin mengharumkan dan memuliakan namamu. Terima kasih. Wassalam..
Pada periode Orde Lama, UIKA berupaya untuk bertahan hidup sekuat tenaga dengan mempertahankan identitas Islamnya. Kampus berpindah-pindah mulai dari SD Papandayan ke SD Pabrik Gas dan SD Bangka. Ketika pecah peristiwa G30S-PKI, civitas UIKA ikut serta bersama gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda-Pelajar Indonesia (KAPPI) dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) bergerak di jalanan menentang rezim Orde Lama. Ketika itu UIKA sudah membentuk Kompi-Menwa yang dipersenjatai dan bermarkas di Kampus Pabrik Gas.
Gambar: UIKA Bogor 1965
Memasuki Periode Ketiga kepemimpinan Yayasan beralih ke generasi berikutnya, Sholeh Iskandar yang juga memimpin Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah, menyusul tahun 1972 memimpin Badan Kerjasama Pondok Pesantren Jabar (BKSPP). Di masa ini mulai terasa peningkatan kemajuan UIKA, kepemimpinan UIKA mulai bersentuhan dengan Pejabat Negara. Rektor dijabat oleh Ir. Prijono Harjosentono yang juga Direktur PPA Departemen Kehutanan. Masa berpindah-pindah kampus (nomaden) berakhir ketika Djanamar Adjan, tokoh PII yang menjadi duta RI di Nigeria menjual murah rumahnya di jalan Martadinata No. 4. Diikuti oleh Dr. Omar Zubair, dosen University King Abdul Aziz-Jedah yang juga tokoh Rabithah Alam Islamy yang mewakafkan rumah yang dibelinya di jalan Martadinata No. 2 kepada UIKA. Ternyata di masa Orde Baru kecurigaan pemerintah kepada UIKA belum hilang. Tahun 1978 Ketua Yayasan, Sholeh Iskandar ditahan penguasa tanpa prosedur hukum. Penahanan diikuti oleh aktivis mahasiswa UIKA, guru dan pegawai Pesantren Pertanian Darul Fallah serta pengurus BKSPP. Sementara itu fasilitas kampus bertambah dengan dibangunnya mesjid Al Hijri I di atas tanah Negara yang dikuasai oleh Pemerintah Kotamadya Bogor. Mesjid ini belakangan menjadi pusat kegiatan aktivis kampus di bidang keislaman.
Ketika Rektor beralih kepada Dr. Ir. AM Saefuddin, dalam orasi Milad tahun 1983 dideklarasikan Islamisasi Sains dan Kampus ( ISK ) yang dilandasi moto UIKA: Iman, Ilmu, dan Amal. Ternyata deklarasi itu bergema di kalangan ‘anak-anak muda‘ kampus di Jawa dan Makasar. Terjadilah gelombang ‘migrasi’ aktivis kampus dari Surabaya, Jombang, Yogya, Solo, Bandung dan Ibukota masuk bergabung ke UIKA. ISK dikembangkan lewat kurikulum Agama Islam yang diberi bobot pada awalnya 8 semester terdiri dari Dasar- dasar Islam, Pengembangan Islam, Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI) atas masing-masing Fakultas yang Non Agama dan Wawasan Islam. Dalam pelaksanaannya dibentuk Tim Pendidikan Agama Islam ( TPAI ) dengan dosen-dosen yang mumpuni yang dibantu oleh sejumlah asisten dari mahasiswa senior dan aktivis mesjid (LDK). Kegiatan keislaman meningkat, pengajian-pengajian menjadi hidup, pengkajian keilmuan semakin semarak, pelatihan-pelatihan terjadwal dengan baik. Dalam waktu tidak terlalu lama tim yang solid terbentuk dan dimulailah Program Safari ke pusat – pusat perguruan tinggi di Jawa dan Pondok Pesantren di Jawa Barat. Gema ISK meluas dengan terbentuknya Poros Jakarta-Bogor- Bandung (JBB) yang diwakili Universitas Ashafi’iyah atau (UIA), UIKA, dan Universitas Islam Bandung (UNISBA). Kerjasama itu makin meluas menjadi Badan Kerjasama Perguruan Islam Swasta (BKSPTIS). Melalui BKSPTIS digelar seminar Ekonomi Islam dan Bank tanpa bunga di UNISBA tahun 1983 yang dihadiri oleh tokoh-tokoh tua antara lain Syafrudin Prawiranegara, pendiri Bank Sentral Indonesia dan tokoh-tokoh ekonom muda.
Munculnya Bank Mu’amalat, Ekonomi Syariah, Undang-undang Zakat, Wakaf, dan seterusnya hakikatnya wujud nyata Islamisasi di tingkat Nasional. Di tingkat Internal Kampus berdiri pesantren Ulil Albaab prakasa M. Natsir dan AM Saefuddin yang diamanahkan kepada Didin Hafidhuddin sebagai kyainya. Kemudian dibangunlah Masjid Al Hijri 2 dan asrama Santri, Pesantren Ulil Albaab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan Pesantren Ulil Albaab didasari tesis M Natsir bahwa kekuatan umat itu terletak pada Jalinan yang kuat antara Mesjid-Pesantren dan Kampus Islam. Secara eksplisit Sholeh Iskandar menyebut pada waktu itu bahwa UIKA adalah kampus perjuangan. Perkembangan UIKA berikut diikuti dengan berdirinya Program Studi Ekonomi Syariah (S1) dan Program Studi Magister Manajemen (S2), Magister Pendidikan Agama Islam, Magister Ekonomi Islam, dan Pemikiran Islam dan kemudian Program Doktor Pendidikan Islam.
Pada periode ke empat di era reformasi, UIKA memasuki era baru, yaitu bebas dari tekanan penguasa. Hubungan dengan pemerintah berjalan dengan normal. Fasilitas pendidikan termasuk beasiswa berjalan lancar, baik dari Diknas maupun dari instansi-instasi lain, BUMN dan perusahaan-perusahaan terjalin kerjasama yg baik. Pemerintah pusat dan daerah serta penguasaha membuka kesempatan bersama karena hubungan baik yang telah terjalin dengan alumni dan Dosen UIKA. Mereka telah banyak mengembangkan kegiatannya di pemerintahan legislatif, perusahaan-perusahaan dan berbagai pelayanan publik. Kini UIKA sudah memiliki kurang lebih 10 rektor yang bergantian selama beberapa priode, begitupun yayasannya yang kini di ketuai oleh Drs. Chaeruddin A N. dan Rektornya Prof. Dr. Ramly Hutabarat, SH. M. Hum di Priode 2008-2012 dan dibawah inilah gambar Rektor-Rektor yang pernah menjabat di Kampus Uiniversitas Ibn Khaldun ini.
Masihkah UIKA akan menorehkan sebuah tinta emas yang akan membawa UIKA terus eksis bahkan berkembang pesat, sebagai salah satu Universitas islam tertua, ataukah UIKA kiah hari, kian lesuh karena termakan usianya yang kian menua. Itu tergantung kepada para pengelola serta kerja keras kita dalam melambungkan UIKA, pernahkah anda menghargai kerja keras yang di torehlan para pendahulu UIKA yang mungkin telah berkorban mendirikan UIKA hingga tetap eksis hingga saat ini, salah-satu yang harus kita contoh dari sifat para pendahulu UIKA adalah keikhlasan berjuang mereka yang tinggi, banyak memberi sedikit meminta dan menghindarkan diri dari keterikatan pada materi adalah watak yang paling menonjol bagi para pendahulu UIKA.
Harapan mereka kepada kita tak lain pewaris kedepan diharapkan tetap teguh mempertahankan krakter yang kuat itu dengan tetap menggunakan landasan iman ilmu dan amal dalam setiap kebijakan yang akan dilaksanakan. Semoga harapan itu terwujud. Amin....
Jayalah UIKA, Jayalah almamaterku. Semoga umurmu yang bertambah makin mengharumkan dan memuliakan namamu. Terima kasih. Wassalam..
di tulis Oleh Nurdin Al-Azies, dalam rangka peringatan Milad UIKA Bogor ke 51.
Nurdin Al-Azies adalah salahsatu mahasiswa di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Informatika Universitas Ibn Khaldun Bogor yang mendapat kesempatan beasiswa pertukaran pelajar Internasional ke University Of Selangor dan sebagai salah-satu penulis dan Editor dari Buku 50 Tahun Universitas Ibn Khaldun Bogor " Melintasi Zaman Meretas Jalan Kebangkitan Umat"