Hi, I'm Azies welcome to my space. This is a documentation of stories and experiences of my life.

06 Mei, 2011

Filosofi haji dan qurban


FILOSOFI HAJI DAN QURBAN
Oleh : Didin Saefuddin Buchori


Satu pekan Idul Adha sudah kita lalui. Makna apa yang dapat engkau ambil dari Idul Adha? Pertama, idul adha berkaitan dengan prosesi ibadah haji yang dilakukan oleh jutaan saudara-saudara kita di tanah suci Mekah. Pelajaran apakah yang dapat dipetik dari pengalaman menunaikan haji?

Prosesi ibadah haji diawali dari miqat. Miqat artinya batas tempat dan waktu memulai haji. Titik berangkat bertempat di Birr Ali atau Zulhulaifah. Di sini engkau berganti pakaian. Seluruhnya berwarna putih. Laki-laki hanya menggunakan 2 helai kain yang dililitkan ke tubuhnya tanpa sedikitpun ada jahitan. Wanita sekujur tubuhnya tertutup rapat kecuali muka dan telapak tangannya. Di sini engkau berniat Ihram artinya siap mengharamkan yang menjadi larangan Ihram.
Ketahuilah bahwa pakaian sering menjadi simbol keangkuhan seseorang. Banyak orang mendemonstrasikan status sosial dengan mengenakan pakaian mahal, rancangan disainer bertarif puluhan juta, dengan menggunakan bahan yang harganya tidak dapat dijangkau orang lain. Lalu pakaian pun bisa menjadi batas palsu yang menyebakan garis demarkasi. Muncullah egosentrisme ”inilah aku” dan bukan ”inilah kita”. Dengan pakaian Ihram keangkuhan itu dikubur dalam-dalam. Status kita sama di hadapan sang Maha Pencipta. Bedanya hanya pada ketakwaan. ”Inna Akramakum Indallahi Atqaakum

Sesampai di Mekah kita menuju pusat Kiblat dunia bernama Ka’bah. Kabah laksana matahari sebagai pusat tata surya yang dikelilingi planet-planet. Engkau saksikan jutaan manusia mengelilinginya bak bintang-bintang yang beredar dalam orbitnya. Kabah melambangkan keabadian Allah, sedang manusia-manusia yang bergerak mengelilinginya melambangkan kefanaan ciptaan-Nya. Itulah simbol bahwa posisi manusia akan berpindah dari alam satu ke alam lainnya, sedang Allah tetap dalam keabadian-Nya.

Selesai 7 kali thawaf, engkau menuju tempat sa’i. Sa’i adalah berjalan cepat antara Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali. Sa’i artinya usaha/ikhtiar. Sa’i melambangkan bahwa manusia tidak boleh berdiam diri, ia harus gesit, cekatan, terus bergerak sampai kita mendapatkan capaian yang kita tuju. Dalam hidup tidak ada yang tidak bisa dicapai kalau kita bergerak, berusaha, bekerja keras. Seekor burung terbang jauh di pagi hari dalam keadaan perut kosong tidak pernah ia pulang dengan perut kosong pula. Ia telah menjalankan sa’i, berusaha, berikhtiar untuk mempertahankan hidupnya. Itu pula yang dilakukan siti Hajar ketika harus berlari-lari mencari seteguk air demi mempertahankan hidup sang putra tercintanya, Ismail a.s. Bacalah biografi orang-orang sukses di sekitarmu, pasti engkau akan dapatkan pelajaran berharga bahwa kesuksesan mereka tidak diperoleh secara gratis melainkan dengan kerja keras, tak kenal lelah. Seorang bijak mengatakan ”kesuksesasan bukan diperoleh dengan kekuatan tetapi berkat ketekunan.”

Setelah putaran ke 7, di bukit Marwah, guntinglah rambutmu, seberapa helai saja. Bercukur adalah simbol membuang pikiran-pikiran buruk yang ada dalam otakmu, pikiran serakah, pola pikir sesat, khayalan kotor, otak mesum, ide-ide jahat, senang melihat penderitaan orang lain atau menderita melihat kesenangan orang lain.

Ketika hari mulai menapaki tanggal 8 Zulhijjah bersiap-siaplah engkau menuju padang Arafah. Engkau akan menjalani wukuf. Wukuf artinya berhenti. Setelah bergerak saat Thawaf dan Sa’i saatnya engkau kini berhenti sejenak.

Hidup adalah gerak. Gerak akan berakhir dengan penghentian. Dan penghentian terakhir kita adalah kematian. Semua makhluk tidak satupun yang mampu menghindarinya. ”Qul Innal mawtal ladzii tafirruuna minhu fainnahuu mulaqiikum” Katakanlah bahwa kematian yang kamu lari daripadanya sesungguhnya ia akan menjemputmu ( al-Jumua’ah: 11).
Arafah adalah miniatur padang Mahsyar. Kita semua akan dikumpulkan di padang Mahsyar akhirat dan medan pertanggungjawaban segala perbuatan kita. Engkau punya mulut, tapi hari itu terkatup rapat, karena mulut adalah lubang tempat keluarnya kebohongan dan kepalsuan-kepalsuan. Engkau punya mata saat itulah ia bersaksi, engkau punya telinga saat itu ia mengungkapkan pernyataannya, engkau punya kaki di padang Mahsyar itu ia akan berterus terang kemana ia pernah melangkah, engkau punya tangan saat itulah ia terbuka mengeluarkan testimoninya.

Tangkaplah makna wukuf di Arafah sedalam-dalamnya sebagai refleksi bahwa engkau kelak akan memanen hasil perbuatanmu ketika menjalankan perananmu di panggung dunia. Perilaku buruk sekecil atom sekalipun pasti akan ada balasannya demikian sebaliknya dengan amal saleh. Menangislah engkau di padang Arafah sejadi-jadinya untuk menyatakan pertobatan abadi dan kesiapan total untuk menjadi manusia mulia di hadapan Allah.

Sesampai di Mina, engkau berangkat untuk melempar jumratul ula, jumratul wushtha dan jumratul aqabah. Melempar jumrah adalah simbol permusuhan abadi kepada syetan laknatullah. Syetan bisa menggoda kapan saja sehingga iman kita bisa berguncang karenanya. Banyak orang yang baik dan terhormat tiba-tiba jatuh menjadi hina dan berlumuran dosa akibat bisikan jahat syetan. Karena itu lemparlah syetan yang ada dalam diri kita sekeras-kerasnya seperti jamaah haji melempar jumrah.

Usai haji pulanglah engkau ke tanah air membawa oleh-oleh berupa kemuliaan akhlak, ketinggian martabat, kesucian kalbu dan gelar haji mabrur. Lalu engkau bangkitkan negerimu menjadi negeri baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, negeri yang bersih, suci sesuci hatimu ketika menangis di Padang Arafah.

Dan kita yang tinggal di negeri sendiri alhamdulillah sudah melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Berqurban adalah simbol ketaatan kita kepada perintah Allah dan kepatuhan kita menjauhi larangan-Nya. Berqurban juga adalah simbol rasa syukur karena Allah telah menganugerahkan banyak kenikmatan yang tak terhingga sehingga kita wujudkan syukur itu dengan menyembelih hewan qurban. Berqurban juga adalah simbol kesiapan kita menyembelih nafsu kebinatangan yang ada dalam diri kita seperti keserakahan, kebuasan, ketiadaan rasa malu, dan ketiadaan rasa terimaksih.

Semoga saudara-saudara kita di tanah suci pulang membawa haji mabrur. Semoga qurban yang telah kita lakukan menjadi peneguh ketakwaan kita.

Wahlahua'lam

adds