Hi, I'm Azies welcome to my space. This is a documentation of stories and experiences of my life.

06 Mei, 2011

Islam di Indonesia masa orde lama, Orde Baru dan Reformasi

ISLAM DI INDONESIA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI
Didin Saefuddin
Dosen Pascasarjana UIKA Bogor

A. Islam Masa Orde Lama

Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, mulailah bangsa Indonesia mengisinya dengan pembangunan di berbagai bidang; fisik, nonfisik, mental, spiritual dan infrastruktur. Para pemimpin waktu itu sepakat mengangkat Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.

Salah satu yang menjadi agenda para pemimpin waktu itu adalah departemen apa saja yang perlu dibentuk. Muncul usulan membentuk Kementrian Agama yang bertugas mengurusi masalah keagamaan bagi umat Islam. Dalam rapat yang berlangsung, Latuharhary, seorang utusan dari Maluku, keberatan dengan pembentukan kementrian agama tersendiri. Keberatan itu didasarkan pada kekhawatiran bahwa jika misalnya seorang Kristen yang menjadi menteri agama, kaum Muslim akan merasa kurang tenteram, dan begitu sebaliknya. Dari kalangan Islam, Abdul Abbas menyarankan agar masalah agama dijadikan bagian dari Kementrian Pendidikan. Usul ini akhirnya diterima, karena setelah dilakukan voting, gagasan membentuk kementrian agama tersendiri hanya memperoleh enam suara. Tetapi pada sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), sebuah komite lanjutan dari PPKI, usul ini muncul kembali. Para tokoh Islam seperti Mohammad Natsir mendukung usul ini dengan pertimbangan supaya masalah agama tidak dianggap ”sambil lalu” oleh Kementrian Pendidikan. Presiden pun memberi isyarat setuju. Maka pada 12 Maret 1946 Kementrian agama resmi dibentuk dengan H.M. Rasjidi sebagai menteri pertamanya.

Adanya Kementrian Agama dapat dikatakan sebagai solusi kompromi atas polemik yang terjadi pada ”tujuh kata” pada Piagam Jakarta, yang dapat menawarkan kemungkinan bagi pelaksanaan ajarana agama, khususnya syariat Islam, sehingga Islam dapat berperan dalam negara modern.

Suasana sosial-politik Indonesia pada tahun-tahun pertama kemerdekaan memperlihatkan tidak adanya hambatan penting yang menghalangi hubungan politik antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis. Perdebatan mereka tentang corak hubungan antara Islam dan negara seperti terhenti. Paling tidak untuk sementara, kedua kelompok ini melupakan perbedaan ideologis di antara mereka .

Kelompok Islam menjadikan wadah Masyumi sebagai organisasi politik untuk mennyuarakan aspirasi mereka. Para anggota Masyumi adalah. Kekuatan Masyumi antara 1946-1951benar-benar mencolok. Herbert Feith mengatakan bahwa dalam pemilihan umum tingkat regional yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Jawa pada 1946, dan pemilihan umum di Yogyakarta pada 1951, Masyumi memperoleh mayoritas suara mutlak atau paling tidak lebih banyak dibanding kontestan lain manapun .

Dalam Parlemen yang berangotakan 236 orang, Masyumi tampil sebagai partai dengan menduduki 49 kursi. Karena besarnya perolehan kursi, Masyumi dipercaya memimpin kabinet yaiti Kabinet Natsir pada 1950-1951, Kabinet Sukiman pada 1951-1952, dan Kabinet Burhanudin Harahap pada 1955-1956.

Namun keutuhan Masyumi harus diuji dengan keputusan NU keluar dari Masyumi. NU kemudian membentuk partai sendiri. Menariknya kursi yang diperoleh dari Pemilu tahun 1955, NU memperoleh 45 kursi dan masuk dalam empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI .

Kekuatan Masyumi sebagai partai politik Islam terus diuji sehingga harus mengalami masa surutnya. Perkembangan lebih lanjut anggota-anggota yang menjadi pendukung Masyumi yaitu Muhammadiyah, Mathla’ul Anwar, al-Ittihadiyah, al-Jami’ah al-Washliyah, al-Irsyad, dan Persis keluar dari Masyumi. Terakhir karena konflik dengan Soekarno, Masyumi dibubarkan oleh Presiden pada tahun 1960. Tokoh-tokoh Masyumi dituduh Soekarno terlibat dalam pemberomtakan PRRI .

Soekarno kemudian menggagas ide yang ingin menyatukan paham Nasionalisme, Islam dan Komunisme yang terkenal dengan sebutan NASAKOM. Konsep yang jelas mengenai ide ini tak pernah terumuskan. Ide ini mendapat reaksi keras dari umat Islam. Namun secara tidak diduga ide ini didukung oleh NU. Bahkan NU memberikan gelar kepada Soekarno dengan gelar Waliyyul Amri Dharury bisy Syaukah. Pada bulan Mei 1963 NU dan PKI mendukung sepenuhnya pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Sikap akomodatif NU ini, menurut Ensiklopedi Tematis Islam , hanyalah suatu pragmatisme politik. Idham Khalid berpendapat partainya tidak akan turut serta dalam pemerintahan yang merugikan agama.

Peranan partai Islam di masa ini mengalami kemerosotan. Soekarno makin memperlihatkan otoritasnya sebagai penguasa. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginannya. Partai yang mendapat angin waktu itu adalah PKI yang mulai melakukan manuver-manuver politiknya.

Masa Soekarno ini kemudian terkenal dengan masa Demokrasi Terpimpin. Era Soekarno berakhir setelah terjadinya pemberontakan Gerakan 30 September 1965 yang terkenal dengan G30S PKI. Para Jenderal yang setia kepada Pancasila dibunuh dengan sadis. Soekarno pun dikaitkan dengan dukungannya terhadap G30S. Masa ini kemudian dikenal dengan masa Orde Lama.
B. Islam Masa Orde Baru

Tanggal 10 Januari1966 para mahasiswa turun ke jalan memprotes pemerintah yang makin tidak berpihak kepada rakyat. Mereka melakukan demonstrasi menuntut PKI dibubarkan, mendesak membubarkan kabinet 100 menteri, dan meminta harga-harga diturunkan. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu kemudian dikenal demonstrasi Tritura atau tiga tuntutan rakyat. Sejak ini mulailah era baru yang disebut Orde Baru. Sebelum ini disebut Orde Lama.

Presiden Soekarno di masa ini sudah tidak memiliki kekuatan lagi. Berdasar surat perintah sebelas Maret (Supersemar) dia memberikan kuasa kepada Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Kepada Soeharto diperintahkan ”untuk menciptakan suasana ketenangan dan keamanan, dan menjamin keselamatan pribadi presiden, yang jelas merasa terancam” . Melalui rapat di MPR Soeharto dipercaya menjadi presiden RI menggantikan Soekarno. Harapan baru umat Islam muncul kembali. Masyumi diusulkan untuk direhabilitasi, namun ditolak oleh pemerintah. Sebagai kompensasinya pemerintah mengizinkan pendirian partai baru untuk menampung para mantan aktivis Masyumi. Nama partai tersebut adalah Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dengan pimpinannya Djarnawi Hadikusumo dan Lukman Harun.

Satu dengmi satu keinginan umat Islam kandas di tangan Orde Baru. Piagam Jakarta yang diu sulkan untuk dilegalisasi kembali pada sidang MPRS tahun 1968 ditolak. Demikian juga keinginan menyelenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia pada tahun yang sama tidak dikabulkan.

Sikap saling curiga muncul dan merebak, bahkan pemerintah Orde Baru makin memperlihatkan sikap represifnya terhadap kaum Muslimin. Setiap kegiatan dakwah harus meminta izin dari aparat keamanan, setiap organisasi Islam harus mengganti azas organisasinya dengan azas tunggal Pancasila, dan partai yang dibolehkan hanya tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia. Semua pegawai negeri digiring untuk memilih Golongan Karya sehingga selama enam kali pemilihan umum Golkar berhasil memenangkan pemilihan umum. Kegiatan-kegiatan kemahasiswaan di kampus-kampus juga dibatasi dengan norma-norma yang menyebabkan mahasiswa hanya memfokuskan hanya pada perkuliahan. Para pendakwah yang dianggap membahayakan penguasa dipenjarakan .

Menurut Din Syamsudin, agenda politik Orde Baru mencakup depolitisasi Islam. Proyek ini, menurutnya, didasarkan pada anggapan bahwa Islam yang kuat secara politik akan menjadi hambatan bagi modernisasi. Dengan mendepolitisasi Islam mereka akan mempertahankan kekuasaan dan melindungi kepentingan-kepentingan mereka .

Namun walaupun Islam secara politik mendapat tekanan dari berbagai sudut, di pihak lain, secara kultural kebangkitan Islam menyeruak tanpa dapat dibendung. Mungkin ini hikmah dari perlakuan kurang bersahabat pemerintah terhadap umat Islam. Secara fenomenal dakwah Islam menerobos dinding-dinding gedung mewah seperti hotel-hotel berbintang. Gedung-gedung perkantoran modern menyediakan tempat untuk shalat jumat, pengajian-pengajian muncul di kalangan birokrasi pemerintahan, berbagai kegiatan dakwah seperti tablig akbar mendapat sambutan ribuan pengunjung, masjid-masjid bermunculan, seminar-seminar keislaman diadakan di kampus-kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, Trisakti dan UGM, wanita-wanita dari kalangan terpelajar banyak yang mengenakan jilbab di kota-kota besar, buku-buku Islam terbitan baru dengan tampilan menarik diterbitkan secara besar-besaran. Dan pada tingkat ekonomi berhasil didirikan Bank Muamalat yang beroperasi secara syariat Islam. Pada lapisan kaum intelektual didirikan organisasi bernama Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dengan ketuanya BJ Habibie. Jumlah jamaah haji pun meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 200 ribu jamaah lebih.

Kekuatan Orde Baru semakin nyata berkat dukungan militer. Posisi Presiden Soeharto pun makin kokoh dengan dukungan tentara. Perkembangan kebangkitan Islam pun direspond oleh Soeharto dengan melakukan pendekatan terhadap kalangan Islam. Pendirian Bank Muamalat dan ICMI adalah hal yang didukung penuh oleh Soeharto. Namun di awal tahun 90-an ada wacana yang dimunculkan oleh Amien Rais tentang perlunya regenerasi kepemimpinan nasional. Seperti diketahui bahwa setiap sidang MPR yang menentukan kepemimpinan nasional, pilihan selalu menuju ke diri Soeharto sampai enam kali sampai angin reformasi yang menghendaki pergantian kepemimpinan nasional muncul.

Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia, yang berdampak nilai rupiah makin merosot terhadap dolar, posisi pemerintah di bawah Soeharto mulai disorot oleh rakyat. Demonstrasi mahasiswa secara besar-besaran muncul di Jakarta. Demonstrasi yang terjadi setiap hari itu sampai menelan korban yakni tewasnya tiga mahasiswa Universitas Trisakti. Kerusuhan dan penjarahan muncul secara brutal yang berujung pada kejatuhan Soeharto pada bulan Mei 1998. Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden dan digantikan oleh wakilnya yaitu Bacharuddin Jusuf Habibie.

C. Euforia Pasca Jatuhnya Soeharto

Berakhirnya masa kekuasaan Soeharto menandai dimulainya orde reformasi. Maka Habibie mendapat tugas berat menakhodai Indonesia di masa transisi. Langkah-langkah yang mengarah kepada proses demokratisasi pun diambil. Kebebasan pers dijamin, pemberantasan korupsi dilakukan, para pejabat yang diangkat melalui nepotisme diberhentikan, kabinet pun dirombak, sistem politik yang berkaitan dengan penetapan presiden dan para kepala daerah dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Dan yang paling menarik adalah dibukanya kran regulasi politik yang membolehkan didirikannya partai baru.

Situasi ini dimanfaatkan oleh rakyat untuk beramai-ramai mendirikan partai baru. Dan secara fenomenal di masa ini kembali Islam politik mendapat momentumnya untuk bangkit. Sejumlah partai Islam berdiri seperti Partai Keadilan, Partai Bulan Bintang, Partai Masyumi Baru dan Partai Syarikat Islam. Selain itu PPP yang pernah mengganti asas partai dengan Pancasila pun kembali menegaskan asasnya dengan Islam dan mengganti lambang dengan gambar ka’bah .
Partai-partai baru ini selain ada yang secara tegas berasaskan Islam, ada pula yang tidak menegaskan sebagai partai Islam namun konstituennya adalah kalangan Islam seperti Partai Amanat Nasional (PAN) yang digagas oleh Amien Rais, aktivis Muhammadiyah, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang digagas oleh Abdurrahman Wahid.

Secara fantastis Pemilu tahun 1999 mengikutsertakan 48 partai yang ditawarkan kepada rakyat untuk dipilih. Dari ke 48 partai itu dapat dikategorikan kepada empat kategori yaitu pertama, partai nasionalis seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP); Kedua, partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan (PK), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Politik Islam Masyumi (PPIM), dan Partai Syarikat Islam; Ketiga, partai nasionalis berbasis Islam, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB); Keempat, partai Kristen; Keempat, partai para buruh seperti Partai Buruh Indonesia.

Seleksi alam menggugurkan satu demi satu partai yang berta rung di kancah pemilu 1999 tersebut. Partai yang di masa Orde Baru diberi kesempatan berlaga, yaitu PPP, Golkar dan PDI (yang kemudian berubah menjadi PDIP), masih mendapat suara signifikan. Namun para pendatang baru yang dianggap oleh rakyat sebagai alternatif pun bermunculan. Terdapat tujuh partai yang memperoleh suara di atas partai-partai lain yaitu PDIP, Golkar, PPP, PKB, PAN, PBB, dan PK.

Di masa keterbukaan ini, harapan akan terjaminnya rasa keamanan, keadilan dan kesejahteraan rakyat mulai berjalan. Kekuasaan represif rezim Orde Baru yang didukung militer mulai hilang. Rakyat mulai berani menyuarakan kepentingannya tanpa rasa takut, sehingga unjuk rasa-unjuk rasa menjadi pemandangan biasa di jalan-jalan.
Masa transisi kepemimpinan Habibie berlangsung satu tahun. Sidang MPR kemudian memilih Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai presiden dan wakil presiden. Namun Wahid pun hanya setahun memimpin karena terkait kasus Bulog yang menyebabkan ia diganti oleh Megawati.

Pemilihan langsung presiden pertama digelar pada tahun 2004. Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla berhasil memperoleh suara terbanyak sehingga ditetapkan sebagai presdien dan wakil presiden mengalahkan pasangan-pasangan lain yaitu Megawati-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Judohusodo, Wiranto-Solahudin Wahid, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Para pengamat politik dunia menilai keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Pemilu secara langsung menempatkan Indonesia sebagai negara demokratis ketiga di dunia setelah Amerika dan India.

D. Islam di Masa Reformasi

Kebebasan yang terbuka lebar di masa ini pun dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menata dirinya, bukan hanya di bidang politik, melainkan juga bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan kehidupan keberagamaan.

Di bidang politik, banyak fenomena menarik tentang menguatnya kebangkitan politik kaum santri. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro Islam semakin tampak terbuka, seperti dicanangkannya program zakat nasional pada tahun 2005 dan penataan madrasah-madrasah di bawah Departemen Agama dengan dukungan dana yang besar.

Ketika Undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) disahkan maka sekarang tidak lagi menjadi tugas DPRD untuk menentukan gubernur dan bupati/walikota. Maka berlangsunglah pesta demokrasi tingkat daerah yang memunculkan calon-calon pemimpin baru. Yang menarik dari hasil pilkada, secara tidak terduga, terdapat pemimpin baru yang terpilih dari kalangan santri. Terpilihnya Ahmad Heriawan dan Dede Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat pada 2008 sangat mencengangkan banyak orang. Mereka adalah calon dari partai Islam yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan partai berberbasis massa Islam, Partai Amanat Nasional. Demikian juga calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara yang diusung PKS memenangkan Pilkada Sumut tidak lama setelah berlangsung Pilkada Jawa Barat.

Di bidang ekonomi, kaum Muslimin sudah memiliki bank yang beroperasi secara Islami, yaitu Bank Muamalat yang sudah dirintis sejak zaman Orde Baru. Karena minat umat Islam yang begitu besar akan beroperasinya bank Islam maka para bankir pun memanfaatkan momentum ini. Para pengusaha bank berusaha untuk mengkonversi sistem perbankan dari konvensional ke perbankan syariah. Banyak bank yang tadinya hanya beroperasi secara konvensional mulai membuka sistem syariah. Dimulai oleh Bank Syariah Mandiri, kemudian disusul oleh Bank BNI Syariah, IFI Syariah, BUKOPIN Syariah, BRI Syariah, BTN Syariah, BII Syariah, Permata Syariah, dan bahkan bank asing seperti HSBC.

Fenomena ini mendorong pihak Bank Indonesia (BI) untuk membuka divisi perbankan syariah untuk melakukan pembinaan dan regulasi. Jabatan pembina bank syariah di BI pun ditingkatkan dari setingkat divisi menjadi direktorat, seiring dengan menjamurnya bank-bank syariah baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal dengan munculnya bank-bank perkreditan syariah.

Kebutuhan akan tenaga sumber daya manusia yang ahli di bidang perbankan syariah secara otomatis disambut oleh kalangan perguruan tinggi untuk membuka jurusan ekonomi Islam. Maka perguruan tinggi Islam, baik negeri maupun swasta, ramai-ramai membuka jurusan ekonomi Islam. Namun kesempatan ini pun dimanfaatkan oleh kalangan perguruan tinggi umum untuk membuka jurusan ekonomi syariah. Maka UI, UGM, Trisakti dan IPB pun membuka program ekonomi Islam, tidak hanya di strata sarjana melainkan juga pascasarjana.
Pendidikan Islam juga memunculkan fenomena yang menarik. Di level pendidikan dasar dan menengah, muncul fenomena sekolah terpadu, yaitu Sekolah dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) dan Sekolah Menengah Islam Atas Terpadu (SMAIT).

Kehadiran sekolah terpadu ini ternyata menarik minat kalangan masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya. Sistem sekolah ini pada intinya memadukan pendidikan umum dan agama bukan hanya pada tingkat teoritis melainkan sampai pada tingkat praktik. Anak-anak diwajibkanuntuk mempraktekkan shalat berjamaah di masjid sekolah. Bahkan bukan hanya shalat wajib, sekolah ini pun mengharuskan mereka untuk shalat sunat seperti dhuha dan rawatib. Di bidang bacaan Quran, sistem SIT menekankan kefasihan dan hafalan Quran anak didik.

Animo masyarakat memasukkan anaknya ke sekolah terpadu bisa menjadi faktor terbukanya kesadaran akan pentingnya ajaran Islam bagi anak-anak mereka.

Di pihak lain muncul fenomena lain yaitu sekolah-sekolah berasrama atau yang populer disebut Boarding School. Sekolah ini sebenarnya sekolah umum, hanya siswanya diwajibkan tinggal di asrama untuk mengikuti pembinaan kepribadian yang menunjang tujuan sekolah. Sekalipun model sekolah ini menyerupai pesantren, namun tidak ada pelajaran mengaji kitab kuning atau kewajiban berbahasa Arab di lingkungan asrama. Beberapa nama sekolah yang menerapkan model ini adalah SMA Madania, SMA Dwiwarna, keduanya di Parung, Bogor; SMA al-Muthahhari Bandung, dan International Islamic Boarding School (IIBS) Cikarang.

Di level kehidupan keberagamaan masyarakat terjadi perkembangan yang juga menarik untuk diamati, seperti menjamurnya travel-travel haji dan umroh untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak naik haji dan umroh. Jumlah jamaah haji terus meningkat mencapai lebih dari 220 ribu jamaah. Pengajian-pengajian dan training-training Islam dibanjiri pengunjung seiring dengan bermunculannya da’i-da’i muda yang menarik dalam menuturkan materi dakwahnya.

Majelis-majelis ta’lim yang menampilkan juru-juru dakwah yang populer dan menyejukkan bermunculan dan diminati kaum Muslim perkotaan. Dalam kaitan ini masing-masing majelis pengajian memiliki nama yang menjadi semacam ”trade mark” seperti Manajemen Qalbu yang dipelopori oleh Abdullah Gymnastiar, Majelis Zikir yang dipelopori oleh Arifin Ilham, dan Wisata Hati yang diasuh oleh Yusuf Mansyur. Juru dakwah yang lebih dahulu menyemarakkan tablig-tablig akbar adalah Zainuddin MZ, yang mendapat julukan ”da’i sejuta ummat”. Namun seiring dengan perannya di partai politik, namanya perlahan-lahan tidak lagi populer.

Di kalangan eksekutif, kebangkitan keagamaan juga makin meluas. Hampir tidak ada satu pun gedung pencakar langit di kota besar seperti Jakarta yang tidak memiliki fasilitas shalat jumat. Hotel-hotel berbintang berlomba-lomba menyediakan tempat untuk shalat tarawih yang diisi ceramah agama. Para artis banyak yang mengenakan busana yang menutupi aurat di samping melaksanakan umroh dalam mengisi liburan mereka.

Training-training motivasi juga diminati kaum menengah dan eksekutif. Dalam hal ini yang menonjol adalah training ESQ (Emotional, Spiritual Quotient) yang dipelopori oleh Ary Ginanjar Agustian. Sekalipun, untuk mengikuti training ini harus membayar jutaan rupiah namun tetap saja diminati kalangan eksekutif dan kalangan Islam kota. Bahkan di tahun 2006 ESQ sudah dilaksanakan di luar negeri seperti Malaysia dan Brunei. Training ESQ sebenarnya lebih banyak muatan keislamannya namun dikemas secara menarik melalui pendekatan sains modern mutakhir dan teknologi multimedia serta musikalisasi yang mengundang sentuhan emosi para pesertanya. Selain kaum profesional dan eksekutif, ESQ juga menyediakan training untuk mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga dan anak-anak.

Acara-acara dakwah pun menjamur di televisi, terutama pada waktu datangnya bulan Ramadhan. Pada bulan ini acara dakwah diadakan menjelang dan sesudah berbuka puasa serta menjelang dan setelah santap sahur. Cerita-cerita film di televisi pun memunculkan kisah-kisah Islami yang tidak ditemui di masa-masa sebelumnya.

Pendek kata, syiar Islam di masa ini tampak semarak menembus ruang-ruang kehidupan masyarakat. Dalam mengekspresikan pendapat, gagasan, pikiran dan cita-citanya, masyarakat tidak lagi dihantui perasaan takut, seperti di masa Orde Baru. Gagasan-gagasan provokatif, bernuansa politis, sekalipun, tidak mendapat teguran atau larangan dari pemerintah. Bahkan negara, secara legal formal, telah mengesahkan wilayah Provinsi Aceh, yang kemudian berubah nama menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), sebagai wilayah yang diberi otonomi penerapan syariat Islam. Kasus-kasus pelanggaran pidana yang dilakukan warga diputuskan melalui peradilan syariat .

Di antara sebagian masyarakat ada yang secara demonstratif dan provokatif mengkampanyekan diterapkannya syariat Islam di negara RI , bahkan ada juga di antara mereka yang ingin membangun negara dengan sistem khilafah yang berdimensi universal di seluruh dunia .

Perkembangan Islam dan kehidupan umat Islam di Indonesia akan terus berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Banyaknya kaum muda Islam terpelajar yang bergelar sarjana, magister dan doktor tampaknya membawa angin segar bagi perkembangan baru Islam Indonesia di masa depan.

Beberapa pendapat yang dilontarkan para pakar dan pemikir Islam dunia memprediksi bahwa kebangkitan Islam akan muncul di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Apakah itu mitos atau realitas, hanya waktu yang akan menjawabnya.

adds