Hi, I'm Azies welcome to my space. This is a documentation of stories and experiences of my life.

11 Januari, 2012

KH Sholeh Iskandar: Peranan Pondok Pesantren Dalam Perang Kemerdekaan

Pengantar
Kesaksian KH Sholeh Iskandar (komando TNI AD Batalyon IV dan VI sector komando IV siliwangi) dalam perang kemerdekaan di daerah Bogor Jawa Barat dalam tulisan berikut semula di tulis untuk seminar “Pesantren Dalam Perang Kemerdekaan” oleh Yayasan Historia Vitae Magistra, Jakarta, juni 1922. Sebelum di bawakan , penulisnya telah berpulang ke rahmatullah 19 syawal 1412/ 22 april 1922. Inalillahi wa inalillahi raji’un. Sebagai kenangan terakhir makalah berikut di muat dalam almuslimin seizin panitia seminar, setetlah di sunting seperlunya.(Red)

PERAN dan konstribusi pondok pesantren (PP) dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, khususnya perang kemerdekaan Republik Indonesia belum mendapat tempat yang layak dan penulisan sejarah kita.

Sikap budaya pesantren yang tidak suka menonjolkan diri (tawadhu) , di samping penulisan sejarah yang belum obyektif, tampaknya merupakan factor penyebab kurang di kenalnya konstribusi mereka didalam perang kemerdekaan. Sudah waktunya bagi para sejarawan untuk memberikan tempat yang layak bagi peran dan konstribusi Pondok Pesantren di dalam penulisan sejarah kita.

Forum seminar yang di dahului penulisan yang cermat, di harapkan memberikan rintisan dan konstribusi yang mengarah kepada suatu penulisan sejarah Indonesia yang lebih lengkap dan obyektif. Berbicara tentang fungsi dan peranan PP dalam perang kemerdekaan berarti membicarakan salah satu babakan (episode) perjuangan ummat islam dalam mengusir kaum penjajah. Perang kemerdekaan hanyalah salah satu mata rantai dari rangkaian pejuangan kemerdekaan Indonesia. Maka alinea ke dua pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah, proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 merupakan puncak perjuangan yang di capai melalui rangkaian perjuangan yang dilakukan oleh para ulama dan kiyai pejuang. Sultan Agung Nyanyokrosumo, Abdul Hamid Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Hassanudin dan Baabdullah, untuk menyebut beberapa nama, adalah cikal bakal nasionalisme Indonesia.


Berbagai perlawanan fisik sosial terhadap penguasa colonial senantiasa melibatkan kiyai dan ulama . pemberontakan missal di cilegon, Banten,1888 misalnya, di pimpin KH Wasid. Pemberontakan yang meletus di Labuan tahun 1926, juga di pelopori ulama, KH Asnawi dan KH Tb Ahmad Khatib, perlawanan “kaum sarungan” terhadap colonial tidak pernah berhenti, baik berbentuk fisik, politik, social maupun cultural. Pada awal abad ke-20 organisasi social Indonesia pertama, syarikat dagang islam, didirikanpada tahun 1905 oleh kaum santriyyin kota Surakarta.

Organisasi politik Indonesia pertama, syarikat islam, didirikan tahun 1912 kemudian menjadi partai syarikat islam Indonesia (PSII) pada tahun 1930, di susul kemudian oleh partai-partai islam lain, seprti Persatuan Muslimin Indonesia (PEMRI) tahun 1938 di Sumatra dan Partai Islam Indonesia (PII) tahun 1938. cukup besar pula peranan borganisasi islam lain, seperti muhammadiyah, nahdhatul ulama, partai ummat islam, persatuan islam, jamiatul wasliyah, al irsyad dan mathlaul anwar.

Kaum santriyyin memanfaatkan pemerintah pendudukan militer jepang untuk menghidupkan kembali keprajuritan bangs Indonesia, antara lain di bentuk pembela tanah air (PETA). Angkatan pertama di pimpin daidan PETA hampir seluruhnya ulama, yaitu KH Abdullah bin Nuh, KH Syam’un , KH Ahmad Khatib. Juga berdirinya barisan hizbullah , yang berpusat di cibarusa, Bogor. Sekalipun jepang melaksanakan politik merangkul umat islam, p-erlawanan kaum santriyyin terhadap penguasa militer jepang tidak pernah berhenti, moisalnya pemberontakan KII Zaenal Mustafa dan para santri tahun 1944 di singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Pesantren dan perang kemerdekaan

pesantren adalah lembaga tafaqquh fidien (QS. Taubah :122) yang menyelenggarakan pendidikannya dengan system iqra’ terpadu (QS. Alaq :1-5) dan dilaksanankan dealam kesatuan pemukiman, sehingga antara kiyai dan santri menjadi kesatuan komando yang mudah di mobilisasi. PP didirikan dan di bina dengan kepemimpinan tunggal oleh para kiyai atau ulama, sehingga antara PP dan ulama tidak bisa di pisahkan.

Perang kemerdekaan adalah sikap, laku, perbuatan, pekerjaan dan perjuangan untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan dan melawan sisa-sisa kekuasaan jepang, tentara sekutu dan belanda yang akan mengembalikan penjajahan. perang ini berlangsung mulai 17 agustus 1945 sampai desember 1949.

Selama periode perang kemerdekaan, kiyai dan ulama Pondok P mengambil peranan aktif. Seperti di Jawa Barat bagian barat, khusunya banten dan bogor, yang teresantren masuk pada bagian pengalaman saya ( pemakalah) sebagai mantan pimpinan markas perjuangan rakyat, pimpinan hizbullah, komandan TNI AD Batalyon IV dan VI sector komando IV pengawal garis dekramasi persetujuan renville yang memisahkan daerah republik indoesia di bogor dan banten.

Allahhu akbar, maha besar Allah yang telah membangunkan dan mempersatukan hati bangsa Indonesia untuk merdeka sampai titik kebulatan tekad : merdeka atau mati. dan ini di buktikan oleh gerakan-gerkakan PP, khususnya di daerah Banten, yang telah berhasil mempergunakan momentum proklamasi kemerdekaan untuk mencetuskan revolusi rakyat yang sangat mengkhawatirkan semua pihak akan mengarah ke revolusi social yang akan membawa malapetaka dan korban sia-sia.

Alhamdulillah kekhawatirtan itu tidak terjadi, sebab ulama PP ternyata berjuang dengan motivasi illahi, untuk tercapainya kemerdekaan Indonesia, sehingga setelah perjuangan menegakkan kemerdekaanselesai jabatan pemerintah, baik sipil maupun militer oleh sebagian ulama di serahkan kepada putera-putera Indonesia yang di tunjuk oleh pemerintah Indonesia yang di anggap bisa memikul amanah di bidang masing-masing. Dengan tulus ikhlas para kiai turun panggung. Apabila ada gejala-gejala revolusi seperti terjadi pembunuhan terhadap bupati rangkasbitung, pertempuran dengan orang cina di daerah Tanggerang dan kudeta terhadap pemerintah karesidenan Banten tahun 1946, maka itu didalangi oleh dewan-dewan revolusioner yang sengaja di bentuk oleh anasir komunisme yang memang menggunakan karisma kiai dan ulama.

Dalam hal ini perlu di catat berlangsungnya pertemuan para ulama dan kiai tanggal 17 agustus 1945 malam di Leuwiliang, yang turut di hadiri oleh H. Dasuki bakri cudanco PETA asal setempat. Hasil pertemuan akhirnya membangun Markas Perjuangan Rakyat. Untuk memudahkan pembahasan, pemaparan berikut di bagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) Detik Proklamasi Sampai Persetujuan Linggarjati, (2) persetuan linggarjati sampai persetujuan renville, dan (3) Persetujuan Renville sampai Penyerahan Kedaulatan.

Dari proklamasi sampai linggarjati
proklamasi kemerdekaan di sambut secara missal dengan melakukan berbagai kegiatan yang bermuara pada :

  1. Penyusunan potensi, antara lain berdiri pasukan Hizbullah di pimpin E. Effendi dan EM Kurdi serta pasukan bekas PETA di mpimpin H. Dasuki Bakri dan R. tarmad atmawijaya.
  2. Perlucutan tentara jepang yang lemah untuk mengambil alat perlengkapan senjatanya, seperti terjadi di Nanggung dan Kracak.
  3. Pembangunan pemerintah RI, seehingga di daerah Banten jabatan kepala daerah sampai tingkat kelurahan di pegang para ulama; misalnya Residen Banten di jabat KH Ahmad Khatib dari PP Caringin, Bupati serang di jabat KH Syam’un dari PP Citangkil, Bupati lebak’Rangkasbitung di jabat KH Tb hasan dari PP Kabagusan maja, dan bupati pandeglang di jabat KH Abdul Hadi dari PP cimanuk.
Di daerah bogor di susun pula pemerintahan tingkat keresidenan, kota madya dan kabupaten yang di koordinasi oleh R. husein Sastranegara dan M junus, kepala polisi karesidenan dan kotamadya Bogor di serahlkan kepada tentara sekutu. Selanjutnya di daerah Bogor barat di lakukan pembubaran pemerintahan tanah partikulir/ swasta dig anti dengan pemerintah RI, sampai tingkat desa. Kiai kembali mengambil peranan aktif, seperti KH abdul hamid, camat Leuwiliang. Bersamaan dengan itu di bangun pula markas-markas perjuangan pedesaan yang berfungsi menghimpun dan memelihara potensi desa, mengatur pengumpulan perbekalan, sehingga lumbung-lumbung padi selalu berisi, berkat kesadaran dan dukungan ummat. Koordinasi perbekalan ini di pimpin E Sanusi , Leuwiliang. Juga di kembangkan dan di arahkan unit usaha/ekonomi yang dapat membantu dana perjuangan, antara lain dngan mengusahakan pabrik the, perkebunhan the Cileluksa, pasir madang, (Cigudeg )yang produksi teh ini sebagian di selundupkan ke daerah pendudukan Belanda untuk di tukar pakaian, obat-obatan dan bahan bakar dan spare part senjata.

Beberapa Markas terkenal di pedesaan antara lain:
Kecamatan Cibungbulang : KH Abdul Hamid, KH Mad Shaleh, HM Parta, KH Saleh Fajar, KH Abdul Mu’thi, KH Sayuti, Ibu Siti Aisyah, dan Moh. Sa’un. Kecamatanciampea:KH Otoy Syafe’I, KH Marga, Muallimin Miftah, KH Anwar Arif, Muhammad Sanusi, H Abdul Hamid, H Abdur Rahim, KH Fachruradji, Mulim Abd. Fatah (gugur), KH Nali, KH Abdus Syukur dan KH Abdul Hamidi. Kecamatan Ciomas : KH Abdul Karim, Hasan Sanasib, Adun, KH Aceng Falak, Muhammad Hidayat,Abdul Karim dan Asmin Saleh. Kecamatan Leuwiliang: KH Moch Nur, Muallim Masduki, KH Baihaqi, H Moh Khatib, Ojeh Kurnaen, A Syukri, E Muhammad Sanusi, E Moh Kurdi, KH Bakri, KH Iyung dan KH Ace Tabrani. Kecamatan Cigudeg: KH Sarta, H Sukari, H Ukar, H Ismet dan H Usman. Kecamatan Jasinga: O Moh Tahir, E Moh Kahfi, KH Mardana, Kiai Mujtaba, K Ahyar, Amir Husein, KH Jamsari, dan KH Hasbullah. Disamping perlawanan fisik, di gerakan pula kegiatan non fisik, menumbuhkan kepercayaan diri dengan melakukan doa masal, shalat tahajjud, shalat hajad, dan qunut nazilah. Dalam rangka pengumpulan senjata di dapatkan tiga buah senjata perang Australia / jepang di gunung jakimun, dan sejumlah senjata yang di buat tentara jepang ke danau lido cigombong, Bogor seperti karaben, pistol, granat dan ranjau-ranjau darat serta mesiu.
Pertempuran-pertempuran dengan ruhul jihad tinggi di sertai harapan menjadi syuhadah, pertempuran terjadi di mana-mana dengan pedoman kepada setrategi Al-Qur’an berangkatlh ke medan laga, kelompok demi kelompok atau gempur secara total (QS. Nisa :17) karena itu pertempuran di lakukan dengan kelompok-kelompok kecil secara bergerilya dan hanya satu dua kali saja melakukan serangan secara simultan dan besar-besaran. Tercatan pertempuran yang meminta cukup korban antara lain :
• penyerangan terhadap posekutu / Belanda di serpong yang di lakukan oleh barisan masyarakata Banten dan membawa cukup banyak korban, dengan bukti kini terdapat Taman Makam Pahlawan Seribu.
• pertempuran di bawah pimpinan KH Jamsari dengan tentara sekutu di Sindangbarang (Bogor) menyebabkan gugurnya 26 syuhadah.
• pertempuran tentara atau sekutu atu Belanda dengan pasukan Hizbullan di Babakan, Parung, Ciseeng, menyebabkan ustad M Muchtar, Kompi Komandan Iyon Hizbullah pimpinan Effendi gugur sebagai syuhadah, terjadi tanggal 13 juni 1946.
• penyerbuan terhadap istana Bogor dan Markas sekutu Belanda di kota Paris bersama-sama tentara keamanan rakyat (TKR), menyebabkan gugurnya KH Jamsari (PP Ciledug, Leuwiliang), KH Emoj Muhammad (PP Kahrekel, Leuwiliang), dan H Encep Karta.
• pertempuran di Leuweung kolot (Cibungbulang) di lakukan oleh tentara Hizbullah, sekutu kehilangan sejumlah senjata dan sebuah tang baja, di pimpin Saleh Fajar dan Abdur Rahiem.
• pertempuran dengan pasukan sekutu atau Belanda di Cihideung (kini kampus IPB), menyebabkan mayor jandral Tarmad Admawidjaya terluka.
• pertempuran gunung menyan di pimpin KH Abdul Hamid, mengarahkan semua pasukan yang ada selama tiga hari, berakhir dengan serangan udara besar-besaran dan di bumi hanguskanya kampong pasarean.

Masa Linggarjati- Renville

Menjelang persetujan Linggarjati, posisi kita di Bogor barat adalah markas TKR di Ciampea, polisi tentara di Cibatok dan Bataliyon Hizbullah di Leuwiliang. Berdasarkan peertujuan Linggarjati terjadi perubahan yang cukup merugikan, sehingga Bataliyon TKR harus memindahkan markasnya keperkebunan Cianten, Bataliyon Hizbullah keperkebunan nanggung dan polisi tentara keperkebunan Cika Sungka , Cigudeg. Dalam priode persetujuanLinggarjati yang kita garap pertama adalah penempatan (dislokasi) para pengungsi dalam jumlah besar yang meninggakan kampong dan desanya, antara lain para pengungsi dari tokoh nasional dari R. Ipik Gandamana, RE. Abdulah dan Jussi yusuf (jendral) eks Kalimantan. Didirikan pula pasar-pasar darurat dan di atur waktu penyelundupan rakyat kedaerah kedudukan Belanda untuk mengurus dan memelihara kekayaan mereka, melanjutkan konsolidasi territorial di daerah pendudukan, menyelenggarakan latihan-latihan militer dan melakukan pertempuran-pertempuran, seperti di utarakan di atas khusus untuk daerah pendudukan, kita bentuk Bataliyon perjuangan di bawah pimpinan Letnan satu M. Muhammad Kurdi. Bataliyon IX Hizbullah bersama Bataliyon IX / Brigade satu TKR mengawal garis demarkasi dan tidak pernah terjadi incident, tetapi semua tunduk pada perintah Allah SWT : laksankanlah segala janji (QS. Maidah : 1).

Renville dan penyerahan Kedaulatan

persetujuan Reville, di lihat secara militer, sangat merugikan, karena TNI sebagai tentara rakyat di pisahkan dari rakyatnya, sekalipun tidak mengurangi semagat juang rakyat dalam mempertahankan kemerdekaanya. Dengan aksi militer Belanda ll ini, terjadilah mobilisasi dan koordinasi antara pasukan perjuangan yang bernafaskan islam di daerah kantong-kantong islam. Antara lain: pasukan Hizbullah SM Palar yang berlokasi di Cicurug, Sukabumi ; pasukan Hizbullah atau Shabilillah di Sukabumi yang berganti nama menjadi pasukan rakyat (PR) kemudian pembela masyarakat (PM) di bawah pimpinan KH Dmanhuri, KH Dadun Abdul Qahhar, Dadi Abdullah dan Husein Bachtiar ; pasukan Hizbullah Shabilillah pimpinan Ayib Zuchri dan Ayib Samin serta KH. Mansyur Mamun di Banten ; pasukan Hizbullah dari labuhan Banten pimpinan nafsirin hadi. Dalam hubungan ini perlu di catat berlangsungnya cantaian Sukabumu dan pertemuan petey nanggung Bogor, membahas sikap terhadap gerakan darul islam. Setlah pembahasan yang sangat mendalam dengan penuh tanggung jawab, di ambil keputusan : tidak mendukung proklamasi darul islam, dam melanjutkan perjuangan untuk kepentingan RI. Perlu di teliti lebih lanjut dalam rangka melengkapi sejarah perjuangan kemerdekaan, adanya proklamasi Negara rakyat, dengan tentara rakyatnya di daerah karawang, yang di kemudian setelah penyerahan kedaulatan, kekuatanaya di pusatkan di Banten Selatan.

Hizbullah dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)

makalah jendral Sayidiman Suryo Hadiprojo pada seminar sejarh mliter yang di elenggarakan yayasan historia vitae magistra (Jakarta) menyebutkan :

“gerakan hijrah itu amat menguntungkan Belanda, baik di lihat dari sudut militer, polituk dan ekonomi. Meskipun masih ada pasukan-pasukan eperti Hizbullah yang tidak ikut hijrah, namun kekuatan mereka terlalu kecil untuk dapat memberikan perlawanan grilia yang berarti. Malahan nanti Hizbullah di Jawa Barat menjadi kekuatan yang melawan republic ketika pasukan sriwilangi ketika ke Jawa Barat dalam perang kemerdekaan ll. Sebagai pasukan daru lislam mereka malahan lebih banyak menyerang TNI dari pada Belanda”.

Perlu di ketahui juga bahwa Bataliyon Hizbullah pimpinan Effendi, M. Muhammad Kurdi dan seorang hamb Allah lain, sejak semua di akui sebagai mitra TNI dalam waktu perang dan damai, dan malahan kemudian di akui dan di masukan dalam formasi TNI angkatan darat sebagai Bataliyon utuh penuh, dengan memasukan senjata satu berbanding dua. Formasi Bataliyon Hizbullah ini hanya di tambah seorang penghubung bernama Letnan Hasan Selamet kini mantan gubernur Maluku. Dan sesedah penyerahan kedaulatan, kelak, menjadi Bataliyon 0/21 divisi Siliwangi dengan komandan Bataliyon di serah terimakan kepada mayor jendral Sukendru. Kemudian seribu lebih anggota memilih secara suka rela tidak melanjutkan karir militer, dan kembali ke masyarakat kesulitan hidup. Sehingga ada di antaranya perwira atau prajurit belim di ganti rumahnya yang hancur di bumu hanguskan.


Khatimah

Penulisan sejarah ini memiliki sekurangnya dua kepentingan : member penghargaan kepada ulama dan kyai yang telah banyak berjuang untuk RI, dan memberi bahan atau masukan untuk menentukan setrategi pertahanan dan keamanan rakyat semesta (hankam rata). Contoh kedua, derah kecil seprti kawedanan Jasinga dan Leuwiliang sebagai batas garis demarkrasi Linggarjati dan Renville selama masa perang kemedekaan 1945 sampai 1949 tidak pernah ditinggalkan dan bahkan bisa di pertahankan. Peristiwa ini terjadi, pertama, karena dukungan dan perlindungan rakyat serta tejalinnya hubungan kejiwaan (solidaritas) yang intim, dan kedua, karena rasa percaya diri yang tumbuh akbat penyerahan diri atau (taslim) kepada Allah penciptanya.

Sumber: Al-Muslimun- Halaman:267 (Edisi: 39 Zulhijjah 1412 H/ Juni 1992)

adds