Oleh : Nurdin Al-Azies
Harus ada yang beda. Harus ada yang kita ubah. Inilah inti dari pendidikan, Mahasiswa memilih kampus ini atas dasar beberapa pertimbangan,“Dan salah-satu yang membuat saya memilih kampus UIKA, adalah Karakter ke Islaman yang masih mengakar, bukan prestasi lain yang belum terlihat dari kampus ini, jika apa yang saya banggakan dari kampus ini hilang maka apa yang akan saya banggakan lagi dari kampus ini?”.
Kita membuka dan menyiapkan diri untuk
berubah, berubah dan berubah menuju yang lebih baik. Beda, bukan sekadar beda,
tapi beda penuh makna. Jangan gantungkan
masa depan mahasiswa tanpa arah yang jelas, tanpa visi yang menuju
perubahan positif. Bukankah Allah Azza wa Jalla tak akan mengubah nasib
suatu kaum sebelum kaum tersebut berupaya untuk merubahnya? Untuk mengadakan
perubahan yang lebih matang dibutuhkan sistem dan lingkungan yang tepat, maka
buatlah sistem dan tatanan kampus yang khas, dengan corak keislaman yang kuat
dan penanaman akhlakulkarimah yang hebat serta dibarengi dengan pendidikan yang
berkwalitas dan teknologi yang mempuni.
Kalau kita mau merenungi
nasihat Ali bin Abi Thalib karramallohu
wajhah tentang cara memberikan pendidikan yang tepat, “betapa mereka lahir
untuk masa yang akan datang dan bukan pada zaman saat kita berbangga hari ini”,
terasa betul bahwa kita harus membangun visi hidup. Harus kita siapkan pendidikan yang
menghidupkan jiwa, menguatkan tekad, membangkitkan hasrat untuk berbuat baik
dan menempa mental demi masa depan yang lebih cemerlang.
UIKA takkan cukup bila hanya mencerdaskan otak mahasiswanyasaja. Mengukur seberapa tinggi IQ yang mereka miliki, dan menyibukkan diri dengan
atraksi-atraksi permainan otak.
Buktinya, saya
banyak melihat banyak mahasiswa cerdas tapi akhlaq dan tingkahlakunya tak lebih
tinggi dibanding tukang sampah yang setiap pagi buta nengais rejeki dari
tumpukan sampah di jalanan.
Sebagai pusat pendidikan,
kita harus bersyukur atas kecerdasan yang dimiliki mahasiswa kita, .Akan tetapi,
apakah hanya kecerdasan yang menentukan kesuksesan? Bukan! Faktor penentu
kesuksesan bukanlah cerdasnya otak semata, melainkan kegigihan dan kesungguhan.
Man jadda wa jada. Gigih dan sungguh-sungguh karakter itulah yang
harus selalu ditanamkan kepada mahasiswa kita.
Mengutip sebagaimana apa
yang ditulis dalam buku Menumbuhkan karakter dengan cinta karya Hawari
AKA- 2012, Ketika masih
kanak-kanak, Ibnu Hajar Al Asqolany di kenal sangat bebal otaknya.Tetapi karena
kegigihan dan kesungguhan yang besar akhirnya mengantarkan ia menjadi ulama’
besar. Fathul Bari’ adalah salah satu karyanya yang menjadi kitab fenomenal
dari zaman ke zaman. Karena cinta pada ilmu begitu menggelora, maka tumbuhlah
kesungguhan dan semangat belajar yang terus membara.
Bila yang kita harapkan
sekadar kebanggaan prestasi akademik yang gemilang, kemampuan mengolah
kecerdikan yang luar biasa, dan penampilan yang memukau serta gemuruh pujian
dari penggemar, maka apa yang akan terjadi bila sebelum mahasiswa kita
memperolehnya tiba-tiba ajal datang menjemput? Apa yang bisa kita banggakan?
Mari kita lihat bagaimana kehidupan
manusia paling jenius di dunia, William James Sidis.Ia memiliki IQ 250-300.
Kejeniusannya melebihi Da Vinci, Einstein, Newton, dan para ilmuwan lainnya.
Pada usia 2 tahun, Sidis sudah terbiasa membaca majalah New York Time, usia 11
tahun ia menjadi mahasiswa Harvard University, dan di usia 17 tahun telah
menjadi asisten dosen. Selain jago matematika, Sidis menguasai 200 bahasa di
dunia, dan dengan sangat mudah menerjemahkannya. Ia lahir dan dibesarkan untuk menjadi jagoan
Matematika oleh bapaknya sendiri, Borris Sidis seorang psikolog kenamaan yang
berdarah Yahudi.
Namun, dengan berbagai kejeniusan yang
ia miliki, bagaimana akhir hidup James Sidis? Tragis.Ia meninggal pada usia 46
tahun dalam kondisi sangat miskin. Ia jalani hari-harinya sebagai pemulung, sampai ajal menjemput.
Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin
manusia paling jenius di bumi sekaligus pakar matematika hidupnya sangat
memprihatinkan? Karena bapaknya
hanya membentuk kuatnya otak. Setiap saat orangtuanya menjejali otak anaknya,
Sidis dengan tugas-tugas hitungan matematika.Ia lupa pada jiwa yang butuh
dihidupkan.
Nah, bukan sekadar nutrisi otak yang
harus kita suguhkan. Ada semangat yang
harus kita tiupkan agar mereka tetap mengucurkan keringat perjuangannya di saat
orang-orang disekitar mulai melemah. Ada integritas dan kejujuran yang
senantiasa kita sematkan dalam jiwa mereka, sehingga kelak ketika dunia
dikepung oleh gemerlapnya tipudaya, masih ada alarm yang bergetar dalam dada
mereka, ada suara batin yang menegurnya.
Ada cahaya yang harus kita nyalakan dalam
jiwa mereka agar kelak tetap benderang tatkala hasrat perjuangannya mulai
meredup, agar tetap berpancar jiwanya, tetap berpijar saat cahaya pada zamannya
mulai memudar.Remang-remang antara benar dan mungkar.
Ada cinta berempati yang
harus kita ajarkan, agar kelak mereka pandai dan ikhlas berbagi. Bukannya
pintar mengatur penghasilan untuk meraup keuntungan pribadi. Melainkan, mereka
cerdas memikirkan perjuangan dan rela berlapar-lapar demi tegaknya agama yang
benar.
Ada
visi besar dan sangat mulya yang harus kita wariskan untuk menapaki dunia baru
yang bernama masa depan. Ya, masa depan yang tak pernah bisa kita gariskan. Karena
esok penuh dengan kemungkinan.
Teringatlah saya pada pesan Guru
Oghway untuk Pendekar Shivu di film Kungfu Panda I ‘kemarin adalah sejarah, hari ini adalah anugerah, dan esok adalah
misteri’. Ya, esok adalah misteri,
kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah
menata, merancang dan mempersiapkan segala yang terbaik untuk esok hari.
Tulisan sederhana ini sengaja saya
hadirkan untuk memperkuat ruh yang ada dalam jiwa civitas akademika kampus
tercinta ini. Bukan untuk menjejali isi otak mereka dengan
asyiknya hiburan dan informasi yang mudah usang. Waktu dan tenaga telah kita
curahkan, maka kita harus mengarahkan pada proses pendidikan yang benar agar
kita bisa memetik hasilnya bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat nanti.
Kita harus mulai hari ini!
Wallahu,Alam....