Oleh : Nurdin Al-Azies
Dalam beberapa dekade ini, hampir setiap negara berkembang terus menggalakan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pasalnya mau tidak mau semua negara harus berkompetisi mempersiapkan diri menuju era perdagangan bebas dunia sesuai dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO), dimana era perdagangan bebas ini akan berdampak ganda, disatu sisi memberikan peluang kerja seluas-luasnya antar negara, namun disisi lain meberikan persaingan yang semakin ketat. Oleh karena itu tantangan dimasa mendatang adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif disemua sektor industri dan sektor jasal.
Melihat kenyataan inilah, menurut direktur ekskutif, persatuan Insinyur Indonesia (PII), Rudianto, Jumlah lulusan S1 Teknik masih minim di Indonesia, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dalam kurun waktu 2011 ini jumlah lulusan S1 teknik hanya tercatat sekitar 37 ribu. Sedangkan kebutuhannya bisa mencapai dua kali lipatnya, artinya Indonesia harus meningkatkan sarjana tekniknya sekitar 50 persen dalam jangka waktu lima tahun kedepan.
Sementara ketika penulis mengkonfirmasi mengenai sejauh mana universitas meluluskan sarjana-sarjana tekniknya, tanggapannya sama, lulusan teknik dilihat lebih sedikit ketimbang lulusan-lulusan program-program keahlian yang lainnya. Contoh saja di Universitas Ibn Khaldun Bogor, tahun ini UIKA meluluskan 630 Mahasiswa, akan tetapi lulusan mahasiswa Fakultas teknik Universitas Ibn Khadun Bogor jauh lebih sedikit dari pada lulusan-lulusan fakultas lainnya.
Tahun ini Fakultas Teknik UIKA hanya meluluskan 19 Sarjana Teknik, dengan rincian 9 Sarjana dari Program studi Teknik Sipil, 4 Sarjana dari Program studi Teknik Mesin, 1 Sarjana dari Program studi Teknik Elekto dan 5 Sarjana dari Program studi Teknik Informatika.
Padahal Menurut Staff Ahli Mentri Bidang Teknologi Prof Kamalamullah Ramly sesuai di kutif dari Harian Republika (Jumat, 30/12/11) bahwasannya pendidikan sains dan technologi mampu meningkatkan daya saing bangsa, ia mengatakan insinyur itu tulang punggung kemajuan ekonomi sebuah bangsa. Apalagi, melihat fakta saat ini, Indonesia harus bergeser peran dari penghasil bahan baku, menjadi prdusen berbasis teknologi.
“Ketika kita masuk teknologi, kita butuh insinyur dalam jumlah yang sangat banyak Vital menurut saya, makanya kita harus produksi insinyur dalam arti sebenarnya, jangan S1 insinyur tapi S2 nya lain lagi”, Ujar ramly dalam seminar Nasional Meningkatkan Daya Saing Bangsa melalui Pendidikan Sains dan Teknologi, di Auditorium Institut Sains Teknology Nasional (ISTN) Bumi Srengseng Indah, Jakarta selatan penan lalu.