"Profil Muhammad Hamzah Fathul Qorib"Profil Mahasiswa UIKA Peraih Beasiswa Kader Ulama PLN
Muhammad Hamzah Fathul Qorib, dilahirkan di Malang pada 4 Oktober 1991, dari pasangan Muhammad Nur Hadi dengan Nurul Hidayah. Pasangan ini berpindah-pindah dari satu kota ke kota yang lain. Pada pertengahan tahun 1994 mereka pindah ke Kabupaten Ngawi, kota kecil di ujung barat Jawa Timur.
Di kota yang masyhur dengan cemilan kripik tempe tersebut, Hamzah menyelesaikan pendidikan dasarnya secara berpindah-pindah. Kelas 1 sampai kelas 3, ia sekolah di Sekolah Dasar Muhammadiyah 1 Ngawi. Di akhir kelas 3 ia harus berpindah sekolah mengikuti orangtua yang pindah rumah ke Tulung Agung di Sekolah Dasar Negeri 1 Bendungan Gondang Tulung Agung. Terakhir, dari kelas 4 sampai kelas 6 ia duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Bendo Paron Ngawi.
Keluarganya sering berpindah-pindah karena sang ayah adalah seorang pengurus ormas Hidayatullah, organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Ia dipindahkan dari Sura baya untuk mengembangkan cabang Jember pada 1989. Setahun setelah itu, ayah lima orang anak itu dipindahkan lagi ke Malang. Pada 1994, ia dipindah lagi untuk mengembangkan cabang Hidayatullah di Kabupaten Ngawi. Di tempat-tempat tersebut, sang ayah selalu menjadi ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Hidayatullah.
Beberapa tahun berlalu, akhirnya cabang-cabang tersebut berkembang dan membuahkan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat muslim. Di Malang, cabang Hidayatullah telah mendirikan SMP dan SMA berasrama dengan kualitas yang tidak kalah dengan sekolah negeri lainnya. Di Ngawi, cabang Hidayatullah juga mendirikan taman kanak-kanak dan sekolah dasar Islam terpadu.
Setelah lulus MTs, Hamzahsempat mempunyai keinginan melanjutkan ke sebuah SMA negeri di Ngawi. Akan tetapi, sang ayahberharap agar ia tetap melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren. Katanya, sang ayah ingin putranya itu menjadi seorang ulama. Ia bercita-cita agar anaknya dapat menyambung estafet perjuangannya dan dapat mendirikan pondok pesantren. Akhirnya,Hamzahmelanjutkan studinya di Madrasah Aliyah Boarding School Darul Fikri, Kauman, Ponorogo, Jawa Timur.
Ketika masih duduk dibangku Aliyah, ayahnya pernah memberikan pilihan tentang kelanjutan pendidikannya. Ia memberikan dua opsi, kuliah sambil bekerja atau kuliah dengan mendapatkan beasiswa. Kalau Hamzah ingin melanjutkan kuliah, ia harus membiayai sendiri perkuliahannya. Opsi-opsi tersebut diberikan mengingat ayahnya hanyalah seorang guru di SMPN di Ngawi, sedangkan ibunya mengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak.
Kedua orang tua Hamzah masih harus membiayai keempat adik Hamzah.Keempat adiknya semua telah bersekolah, bahkan tiga dari empat adiknya mondok di beberapa pondok pesantren. Orangtua mereka berharap agar mereka dapat membiayai kuliah mereka sendiri tanpa bergantung kepada orangtua. Sebagai anak sulung, Hamzah harus memberi contoh kepada adik-adiknya bahwa ia dapat melanjutkan pendidikan tanpa meminta uang dari kedua orang tuanya.
Sang ayah pernah mengingatkan kepada Hamzah dan adik-adiknya. Beliau perpesan, walaupun tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari bukan berarti mereka harus berhenti menuntut ilmu. “Banyak cara yang dapat dilakukan agar bisa melanjutkan sekolah kalian untuk meraih cita-cita, beasiswa contohnya. Kita berusaha membiayai kalian, tapi kalian juga harus berusaha membiayai diri dengan mencari beasiswa,” tuturHamzah menirukan ucapan ayahnya.
Selepas lulus dari Madrasah Aliyah pada tahun 2009, Hamzah meneruskan pendidikannya ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta. Berbekal sedikit ilmu yang didapatkan di madrasahnya dulu, ia bertekadmengikuti program beasiswa di lembaga yang berasal dari Saudi Arabia tersebut. Ketatnya persaingan tidak menyurutkan langkah Hamzah untuk tetap mendaftar. Upayanya berbuah hasil. Ia lulus seleksi dan dapat belajar di lembaga yang menyediakan beasiswa penuh ini bersama teman-temannya. Bukan hanya berasal dari seluruh pelosok Indonesia, bahkan teman-temannya juga ada yang berasal dari luar negeri.
Ia menyelesaikan program bahasa di LIPIA yang setara D2 bulan Juli 2011 lalu. Keinginannya untuk melanjutkan studinya di LIPIA tak terwujud, karena beberapa hal. Beruntungnya, ada seorang kawan yang menawarkannya beasiswa dari Yayasan Baitul MalPLN untuk bisa melanjutkan di Universitas Ibn Khaldun Bogor. Kini, Hamzah menyambung kuliahnya di kampus tersebut dengan mengambil Jurusan Ahwal Syakhsiyah. Di jurusan ini Hamzah belajar banyak hal tentang hukum islam. Hamzah berharap pilihan studinya ini dapat mewujudkan cita-cita sang ayah untuk menjadikannya seorang ulama.