75% penduduk di Indonesia berusia 17 tahun
keatas adalah perokok" (Riskesdas 2010)
Indonesia menduduki posisi peringkat ke 3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India (WHO 2011) dan tetap menduduki posisi peringkat ke 5 konsumen rokok terbesar setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang tahun 2010. Lebih dari 40,3 juta anak indonesia berusia 0-14 Tahun tinggal dengan perokok dan menjadi perokok pasif.
Masalah merokok sampai saat ini masih menjadi
masalah nasional yang perlu secara terus menerus diupayakan penanggulangannya,
karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu aspek
ekonomi, sosial, politik utamanya aspek kesehatan.
banyak penelitian telah dilakuakan bahwa
merokok tidak hanya merusak kesehatan, tetapi juga merusak ekonomi, rumah
tangga, bahkan negara. pembelian rokok
dan menghisap rokok merupakan perbuatan mubazir, sementara untuk mahasiswa,
mengkonsumsi rokok bisa berdampak pada berberapa aspek yang mengganggu jalannya
studi. hal ini disampaikan oleh Bpk. Suprianto., Spd., M.Kes mantan kepala
bidang Keperawatan Rs. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang juga wakil dekan bidang
kemahasiswaan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.
Suprianto menambahkan, "aspek-aspek
tersebut antara lain aspek kesehatan, sudah jelas, sebagai akademisi kita
semuanya paham bahkan di kampus pun sudah tidak terhitung beberapa kali ada
seminar dan ada penyuluhan mengenai rokok, bahkan disetiap sudut gedung sudah
tertempel poster mengenai dampak mengkonsumsi rokok dan larangan merokok di
area pendidikan, cuma dalam implementasinya relatif sulit. dampak lain adalah mengganggu konsentrasi belajar, kecenderungan mahasiswa perokok adalah, tidak tahan
jika berlama-lama tidak merokok, mereka bilang "asem mulutnya pa!" jadi untuk duduk selama 2 jam kuliah pun ia merasa berat karena tidak bisa merokok yang berdampak pada sulitnya konsentrasi.
Dari Faktor ekonomi, kami meneliti kecederungan mahasiswa yang menunggak
bayaran kuliah diakibatkan uang kuliah yang di berikan orangtua, terpakai untuk
keperluan-keperluan lain, salah satunya adalah biaya untuk membeli rokok,
intinya mudoratnya lebih banyak lah, tandasnya.Jika sudah kecanduan ya
memangsulit. Dari segi konsentrasi belajar, seorang perokok biasanya"
Suprianto menjelaskan, kenapa kecenderungan
mahasiswa cukup besar untuk mengkonsumsi
rokok, faktor terbesarnya adalah lingkungan, pada awalnya mahasisiswa
ingin diakui dikomunitasnya oleh teman-teman sebayanya kemudian coba-coba
merokok, dalam mainset mereka orang yang tidak merokok itu culun, banci, dll,
hingga tak ada pilihan bagi mereka jika ingin di akui dalam pergaulan menurut
mereka ya harus mengikuti teman-teman yang lainnya (merokok)".
Pemerintah juga dalam hal ini tidak konsisten akan peraturanya, disisilain mereka memandang bahwa merokok memiliki dampak yang tidak baik sehingga perlu diatur dalam distribusi dan konsumsinya, disisi lain rokok adalah komoditas yang menjanjikan sebagai pemasukan daerah dari cukai dan pajak iklannya sehingga sayang untuk di hapuskan, inilah ketidak konsistenannya, beda dengan negara seperti singapura, perda rokok di terapkan dengan tegas, akan tetapi pemerintah tidak diskriminatif terhadap perokok, ini dibuktikan dengan di berbagai tempat disiapkan ruangan khusus untuk perokok, mereka hanya menindak oknum yang merokok di area bebas rokok saja.
Pemerintah juga dalam hal ini tidak konsisten akan peraturanya, disisilain mereka memandang bahwa merokok memiliki dampak yang tidak baik sehingga perlu diatur dalam distribusi dan konsumsinya, disisi lain rokok adalah komoditas yang menjanjikan sebagai pemasukan daerah dari cukai dan pajak iklannya sehingga sayang untuk di hapuskan, inilah ketidak konsistenannya, beda dengan negara seperti singapura, perda rokok di terapkan dengan tegas, akan tetapi pemerintah tidak diskriminatif terhadap perokok, ini dibuktikan dengan di berbagai tempat disiapkan ruangan khusus untuk perokok, mereka hanya menindak oknum yang merokok di area bebas rokok saja.