Hi, I'm Azies welcome to my space. This is a documentation of stories and experiences of my life.

08 September, 2007



5. 3G-Third Generation

5.1 Third generation(3G)

Third Generation terdiri dari:
  • (1) First Generation (1G) Teknologi telepon seluler generasi pertama menggunakan sinyal analog. Pertama kali tersedia secara komersial di Amerika Serikat pada tahun 1978. Implementasi teknologi 1G adalah AMPS (Advanced Mobile Phone Service), TACS (Total Access Communication System), dan NMT (Nordic Mobile Telephone).

  • (2) Second Generation (2G) Teknologi telepon seluler generasi kedua sudah menggunakan sinyal digital. Implementasi teknologi ini adalah GSM (Global System for Mobile Communication) yang saat ini digunakan oleh hampir sepertiga dari total populasi dunia (GSM Association). Teknologi generasi kedua dirasa masih belum cukup karena adanya kebutuhan untuk akses data. Oleh karena itu dikembangkan teknologi GPRS (General Packet Radio Service) yang menambahkan packet switching ke dalam jaringan GSM yang circuit switching. GPRS seringkali dianggap sebagai generasi 2.5.

  • (3) Third Generation (3G)Teknologi telepon seluler generasi ketiga mengandalkan fitur high-speed data access sehingga memungkinkan tersedianya layanan-layanan data yang lebih menarik. Teknologi ini memungkinkan proses komunikasi yang sebelumnya hanya dengan suara, kini dapat melalui video sehingga proses komunikasi dapat menjadi lebih baik. Selain itu, dengan kecepatan data yang tinggi, maka teknologi ini juga dapat menawarkan layanan-layanan hiburan yang dapat dinikmati oleh pengguna melalui ponselnya.
5.2 Layanan 3G adalah

Teknologi Mobile 3G memungkinkan layanan video on demand atau mobile video sehingga pengguna dapat menampilkan streaming video klip dalam layar ponsel mereka. Contoh dari layanan ini adalah Dunia 3G Telkomsel yang menyediakan video klip Liga Inggris, Liputan 6 SCTV, Headline News Metro TV, FashionTV, BBC Worls, Mobile ESPN dan beragam movie trailer, sports video, sports clips, educational clips, religius clips dan lainnya. Layanan ini dapat diakses melalui situs wap.telkomsel.com.

Selain video on demand atau mobile video, teknologi 3G juga menyediakan layanan mobile TV sehingga pengguna dapat menonton TV dari layar ponselnya. Sejauh ini Dunia 3G Telkomsel telah menyediakan beberapa siaran TV yang dapat diakses melalui Mobile 3G, yaitu Metro TV dengan kode akses video call 8801, SCTV dengan kode akses video call 8806, dan OChannel dengan kode akses video call 8811.

Kini, dengan hadirnya teknologi Mobile 3G di Indonesia, maka Anda dapat menikmati hiburan dari ponsel Anda.

5.3 Manfaat 3G

Beberapa operator 3G di Indonesia yang sudah mendapatkan lisensi dari pemerintah mulai terdengar gaungnya. Konon teknologi dengan standar 3G (Third Generation) ini membuat layanan telekomunikasi seluler akan semakin canggih dan memanjakan para pengguna jasa telekomunikasi seluler di Tanah Air. Selama ini para praktisi dan operator sudah sering membicarakan berbagai kelebihan serta fitur dari teknologi jenis ini, seperti kualitas suara yang lebih jernih, kanal suara yang jauh lebih banyak di tiap base station, serta adanya fitur data yang sanggup mengantarkan berbagai aplikasi multimedia ke tiap pelanggan, merupakan hal yang sering menjadi topik pembahasan mereka. Saat ini kebanyakan pengguna telepon seluler, yang dapat dikatakan hanya menggunakan layanan suara dan SMS saja, jumlahnya bisa mencapai 99 persen! Kalau dilihat dari kontribusinya terhadap pendapatan para operator seluler, terlihat bahwa voice masih memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan mereka, yaitu 70-85 persen. Sementara SMS antara 10-25 persen, sedangkan data serta content masih berada di bawah angka 5 persen.

Dari informasi di atas dapat disimpulkan, kebanyakan pelanggan seluler cukup puas hanya dengan mendapatkan layanan voice dan SMS. Content selain voice dan SMS yang disediakan oleh operator tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Kesimpulan lainnya, aplikasi- aplikasi yang berbasiskan data/ multimedia tersebut tidak terlalu mudah untuk digunakan oleh orang kebanyakan. Indonesia sebetulnya adalah suatu pasar yang tidak terlalu susah untuk disiasati para operator seluler dalam memperkenalkan fitur baru. Kebanyakan masyarakat kita senang untuk mengikuti suatu tren gaya hidup baru, kuncinya adalah menarik (walaupun mungkin tidak terlalu dibutuhkan), kalau memungkinkan person to person (yang ini sangat digemari), mudah digunakan, serta murah, murah dalam arti kata baik tarif maupun harga terminal.

Jenis network dan teknologi sebenarnya tidak terlalu menjadi pertimbangan utama bagi para pengguna jasa seluler. Sebagian besar mereka tidak mengerti apa itu 1G, 2G, 3G, atau bahkan 4G! Namun, dapat dimengerti juga bahwa pada awalnya operator yang melakukan investasi teknologi baru (misalnya 3G) mengharapkan bahwa mereka akan memiliki suatu differentiation factor yang sangat signifikan terhadap incumbent sehingga memudahkan mereka untuk berkompetisi dan masuk ke pasar seluler. Namun sayangnya, faktor tersebut adalah data services yang buat kebanyakan masyarakat awam masih belum terlihat manfaatnya (khususnya untuk person to person), dan operator dapat dikatakan masih belum berhasil memperkenalkannya ke masyarakat dalam bentuk aplikasi yang nyata.

Seorang pelanggan mungkin akan sangat senang jika ternyata handset yang digunakannya dapat juga dipakai untuk melihat situasi ruang kelas anaknya yang dipasang kamera video dan dapat diakses secara mudah dan murah. Seorang pegawai dalam perjalanan menuju ke kantor dan di tengah-tengah kemacetan tetap dapat menonton acara televisi favoritnya, juga melalui handset. Seorang ibu yang sedang berbelanja ke pasar swalayan tetap dapat memantau anaknya yang ditinggalkan di rumah bersama pengasuh.

Seorang remaja dapat mendengarkan video clip terbaru dari grup band kesayangannya melalui handset atau yang lebih signifikan lagi mungkin adalah video phone. Video phone mungkin masih terlalu jauh untuk dibahas, tetapi aplikasi sederhana yang berbasiskan video bisa menjadi suatu gaya hidup baru yang dapat ditularkan sampai ke pelosok-pelosok negeri ini selagi memenuhi beberapa aspek, yaitu mudah, murah, dan berbasiskan handset.
Mudah memiliki pengertian, seorang pelanggan akan melihat bahwa penggunaan aplikasi video sama mudahnya seperti mengirimkan SMS. Suatu portal video sebaiknya tidak memiliki struktur menu yang terlalu rumit. Konsepnya haruslah 1 portal, 2-3 halaman saja, serta maksimum hanya 3-4 klik saja, seorang pelanggan sudah dapat mengakses aplikasi video kesukaannya.

Murah dalam pengertian tarif harus menarik, perlu diingat bahwa rata-rata pengeluaran seorang pelanggan seluler di Indonesia masih di bawah Rp 100.000. Memang fitur-fitur baru diharapkan dapat mendongkrak pendapatan operator. Namun, diharapkan operator tidak terlalu berorientasi bisnis dulu pada periode awal layanan ini diperkenalkan ke masyarakat. Selain itu, agar layanan ini juga cepat penyebarannya, harga terminal 3G yang memiliki fitur ini juga harus terjangkau oleh daya beli masyarakat luas.

Harus berbasiskan handset, bukan terminal jenis lain (SmartPhone, PDA, atau notebook). Hal ini penting mengingat masyarakat sudah terbiasa dalam berinteraksi dengan pola dan struktur menu dari kebanyakan handset. Di samping untuk kebutuhan personal, network 3G sebenarnya dapat juga digunakan untuk mempercepat pemerataan informasi serta akses internet sampai ke pelosok-pelosok Tanah Air karena pada dasarnya network ini dapat juga dijadikan network access ke jaringan internet. Masih banyak sekolah serta kampus perguruan tinggi yang belum memadai kualitas akses internetnya. Untuk itu operator 3G juga bisa memberikan kontribusi dalam mengurangi kesenjangan digital antara sekolah dan kampus di kota-kota besar dengan yang sekolah dan kampus yang berada di daerah.

Lalu apakah manfaat lebih yang akan didapatkan oleh masyarakat maupun operator dengan digelarnya teknologi ini? Pertanyaan ini sudah seharusnya menjadi pekerjaan rumah para operator yang memiliki lisensi 3G tersebut untuk menjawabnya. Langkah yang diambil oleh Mobile-8 sebagai operator CDMA baru, misalnya, walaupun lisensinya bukan 3G, mungkin patut mendapat perhatian. Mobile-8 secara aktif menjawab kebutuhan ini dengan melakukan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan di Tanah Air, salah satunya adalah akses gratis ke portal Dikmenjur bagi seluruh sekolah menengah kejuruan di Pulau Jawa dan akses portal gratis bagi mahasiswa Universitas Jember dalam menunjang program belajar dan mengajar di lingkungan universitas tersebut. Langkah ini juga sudah sepatutnya diikuti oleh operator lain yang memang memiliki fitur data service di dalam jaringannya.

eberhasilan Mobile-8 dalam pembuatan berbagai prototipe aplikasi video berbasiskan handset tentunya juga merupakan angin segar bagi calon pelanggan yang ingin merasakan layanan 3G. Diharapkan Mobile-8 dapat segera memperkenalkan layanan baru sehingga bentuk layanan 3G ini dapat segera dirasakan oleh masyarakat. Teknologi 3G mungkin memiliki banyak perbedaan dengan jaringan pendahulunya (1G dan 2G). Namun, jika operator yang menjalankan network ini tidak memiliki bentuk layanan 3G yang jelas, maka tidak akan banyak manfaat yang akan dirasakan oleh pelanggan maupun operator itu sendiri.

Mengambil langkah-langkah strategis dan berani di awal pengenalan layanan ini ke masyarakat merupakan aspek yang patut dipertimbangkan oleh penyedia jasa ini. Jika tidak, layanan 3G hanya akan menjadi fitur yang tidak termanfaatkan dan hanya menjadi bahan diskusi para pakar serta praktisi telekomunikasi tanpa jelas wujud dan bentuknya di tengah-tengah masyarakat.

5.4 Standar Telekomunikasi 3G

Dalam menghadapi proses audit lisensi frekuensi 3G (generasi ketiga telekomunikasi bergerak) yang akan dilakukan pemerintah, penting untuk kita mencoba mengerti dulu apakah sebenarnya obyek yang akan diaudit. Dalam proses audit yang baik, di langkah awal kita akan berusaha mengerti dulu obyek audit kita sebelum scope audit dibuat dan proses audit dimulai. Sebelum kita tersesat dalam melakukan proses audit dan sampai kepada audit finding yang sama sekali tidak membantu kemajuan perkembangan telekomunikasi di Tanah Air, mari kita coba lihat apakah sebenarnya calon obyek audit yang dinamakan 3G ini? Sebenarnya penggunaan akronim 3G di dalam perkembangan dunia telekomunikasi diawali dari dimulainya pemikiran yang mencoba membuat standar konvergensi dari telekomunikasi seluler voice (suara) dan data pada sekitar tahun 1996-1997. Mereka yang memikirkan hal ini, dalam perkembangannya, menyebut konsep konvergensi ini sebagai generasi ketiga (3G) dari perkembangan teknologi telekomunikasi seluler. Di mana generasi keduanya (2G) ditandai dengan berkembangnya teknologi seluler digital (dengan leader-nya adalah teknologi GSM) dan generasi pertamanya (1G) ditandai dengan kelahiran teknologi seluler analog (yang terkenal dengan AMPS-nya). Jadi, 3G adalah generasi terkini dari perkembangan teknologi seluler.

Teknologi-teknologi seluler yang termasuk generasi ketiga ini sejarahnya berkembang sendiri-sendiri sebelum akhirnya menyatu menjadi dua standar utama yang mengacu kepada IMT-2000 yang merupakan ketetapan ITU-T (Badan Uni Telekomunikasi Internasional yang mengurusi standardisasi telekomunikasi). Dua standar teknologi ini diusung oleh dua partnership organization yang beranggotakan badan-badan standardisasi regional, yaitu (1) The Third Generation Partnership Project (3GPP) dan (2) The Third Generation Partnership Project 2 (3GPP2). 3GPP terbentuk akhir tahun 1998 dengan anggota-anggotanya adalah badan standardisasi dari Jepang (ARIB dan TTC), China (CCSA), Eropa (ETSI), Amerika Serikat (ATIS), dan Korea (TTA). Partnership ini dibentuk dengan tujuan membentuk standar spesifikasi teknis untuk evolusi teknologi GSM (2G) ke 3G (yang kita kenal sebagai teknologi UMTS). Dari 3GPP inilah keluar berbagai teknologi "antara" yang secara jujur membuat kita pusing dengan penamaan 3G, seperti teknologi GPRS dan EDGE (enhanced data rates for GSM evolution).

Pada masa sekarang ini keluarlah berbagai penamaan seperti 2,5G dan 2,75G yang sebenarnya adalah penamaan untuk GPRS (2,5G) dan EDGE (2,75G). Di Indonesia sementara ini pengikut perkembangan teknologi dari faham/aliran 3GPP adalah semua existing GSM operator seperti XL, Indosat, dan Telkomsel. Adapun 3GPP2 terbentuk sebagai saudara muda dari 3GPP beranggotakan badan-badan standardisasi dari Jepang (ARIB dan TTC), China (CCSA), Amerika Serikat (TIA), dan Korea (TTA). Kerja sama ini lahir karena kekurangpuasan atas kecepatan perkembangan dari 3GPP. Perkembangan yang lumayan pelan di standardisasi 3GPP partnership bisa dimaklumi karena tugas berat dari partnership ini untuk selalu menemukan atau membuat jembatan penghubung dari GSM sekarang ini ke standar 3G yang dibuat.

Adapun 3GPP2 terbentuk sebagai saudara muda dari 3GPP beranggotakan badan-badan standardisasi dari Jepang (ARIB dan TTC), China (CCSA), Amerika Serikat (TIA), dan Korea (TTA). Kerja sama ini lahir karena kekurangpuasan atas kecepatan perkembangan dari 3GPP. Perkembangan yang lumayan pelan di standardisasi 3GPP partnership bisa dimaklumi karena tugas berat dari partnership ini untuk selalu menemukan atau membuat jembatan penghubung dari GSM sekarang ini ke standar 3G yang dibuat. Sedangkan 3GPP2 secara murni mengembangkan standar teknologinya tanpa melihat apa yang sekarang sudah ada dan dimiliki oleh GSM teknologi. 3GPP2 partnership mengembangkan standar mereka yang sekarang kita kenal sebagai standar CDMA 2000, yang di Indonesia dianut/diikuti oleh para penyelenggara jasa layanan telekomunikasi (baik yang mengaku mobile cellular maupun yang mengaku fixed wireless telephone) seperti Esia, StarOne, Mobile-8, dan TelkomFlexi. Walaupun di luar Indonesia 3GPP2 tidak banyak membuat kepusingan, ternyata di Indonesia perkembangan CDMA 2000 ini lumayan cukup membuat pusing orang yang ingin mencoba mengerti. Pada saat sekarang ini teknologi berbasis CDMA 2000 terlihat paling tidak ada di tiga tempat. Pertama sebagai teknologi fixed wireless telephone, kedua sebagai teknologi belum 3G (lihat Mobile-8), dan ketiga sebagai teknologi 3G yang mungkin akan diadopsi oleh CAC, WIN, maupun Natrindo sebagai pemegang lisensi dan frekuensi 3G di Indonesia.

CDMA 2000, terutama CDMA 2000 1xEVDO, tidak kalah canggih dibandingkan dengan EDGE dari GSM. Dan kembali lagi kita harus jujur, susah bagi kita membedakan antara operator bukan 3G dan operator 3G kalau teknologi yang digunakan sudah dari dua jenis teknologi ini. Fakta yang lebih menarik lagi ternyata operator 3G terbesar di Jepang (Au dari KDDI) ternyata menggunakan teknologi CDMA 2000 1xEVDO. Sedangkan Vodafone Jepang yang jelas-jelas menggunakan teknologi 3G, WCDMA, hanya bisa bermain sebagai pemain paling bontot di bawah FOMA, layanan 3G dari NTT DoCoMo (berbasiskan turunan dari WCDMA) yang berada di posisi kedua. Terlihat di sini bahwa scope audit yang ingin dilakukan pemerintah mencoba mengacu terhadap teknologinya, ini merupakan suatu tantangan yang berat. It is challenging, untuk pemerintah bisa meletakkan garis batas yang jelas antara kelompok mana yang harus diaudit dan kelompok mana yang tidak termasuk dalam proses audit. Salah-salah dalam menentukan scope audit bisa-bisa hal ini akan melemahkan semangat industri telekomunikasi seluler di Indonesia untuk berkembang.

Alternatif lain yang bisa menjanjikan untuk kita mendapatkan scope audit yang bermanfaat bagi perkembangan dunia telekomunikasi di Indonesia adalah dengan melihat 3G dari sisi alokasi frekuensinya. Walaupun ini tidak mudah seperti yang terlihat di figur 1, dari sini bisa kita mendekatkan diri ke core permasalahan yang sekarang sedang hangat di Indonesia, yaitu mengenai Cyber Access Communication (CAC), Lippo Telcom (Natrindo), dan keterbatasan frekuensi. Sekarang coba kita lihat figur 1, di baris pertama terlihat pembagian pita frekuensi 3G seperti yang telah dibuat oleh ITU-T. Frekuensi untuk IMT-2000 adalah area yang secara gampangnya kita sebut sebagai area 3G untuk telekomunikasi seluler dan area MSS adalah area 3G untuk mobile satellite system.

Harap diingat, ITU-T berusaha untuk membuat standar, tetapi pelaksanaan dari masing-masing negara anggotanya tergantung dari kesepakatan badan standar nasional atau regional mereka masing-masing. Dan bisa terlihat dari figur 1 ini, Amerika Serikat mengalokasikan pita frekuensi 3G mereka untuk PCS dan MSS yang terlihat sangat berbeda dari rekan-rekannya di Eropa dan Asia Pasifik. Telekomunikasi di Indonesia secara klasik menganut faham Eropa sehingga bisa terlihat peta pembagian frekuensi seluler kita di Tanah Air mendekati general practice yang berlaku di Eropa dan Asia Pasifik (lihat di figur 1 di baris tengah).
Kalau pendekatan pembagian pita frekuensi seluler dari Eropa yang kita ikuti, maka peta industri telekomunikasi kita menjadi lebih jelas: Telkomsel, Indosat, XL, dan Mobile-8 ada di pita frekuensi GSM (generasi 2G, 2,5G, dan 2,75G). CAC, Lippo Telcom (Natrindo), TelkomFlexi, dan WIN ada di pita frekuensi UMTS (3G). TDD dan DECT ada di luar pita frekuensi UMTS dan secara gampang bisa dianggap bukan 3G. Sekarang secara kurang lebihnya kita sudah tambah mengerti obyek auditnya, tinggal keahlian dari auditor tim yang akan dibentuk nanti yang akan diuji untuk bisa menentukan scope audit yang benar-benar bisa memberi nilai tambah terhadap perkembangan telekomunikasi di Indonesia dan bukannya malah membuat tersesat.

5.5 Perlukah Menunggu Teknologi 3G

MOBILE data services secara kurang tepat sering diasosiasikan dengan GPRS yang memang masih anak tiri karena tidak ada yang pernah benar-benar serius mengolah pasarnya di Indonesia. Dari sisi pengguna (customer) layanan seluler, tentu kondisi ini sangat merugikan. Analoginya sangat mudah. Kita bisa menghargai naik mobil mewah seperti BMW memang nikmat, setelah kita setiap hari harus naik mikrolet kalau pergi dan pulang kantor. Yang tidak pernah menikmati apa rasanya naik mobil akan susah untuk bisa mengapresiasikan kenikmatannya naik BMW.

Sama dengan kenyataannya di dunia seluler Indonesia. Kalau kita tidak pernah main-main dan akrab dengan GPRS akan susah bagi kita mengapresiasi high speed mobile data services yang secara gampangnya sering diasosiasikan sama dengan 3G. Karena dengan pengalaman naik mikrolet (GPRS) yang cukup intens kita akan bisa menemukan apa artinya berkendara (mobile data services) dan dengan pengalaman kita bermikrolet ria akan terbentuk kebutuhan kita akan perlunya kendaraan (mobile data services). Dengan demikian, pada saat kita mampu beli BMW (3G) dengan sendirinya kita akan dengan gampang menyesuaikan diri menikmati dan menjalankan BMW (3G).

Coba bayangkan. Kalau naik mobil (GPRS) saja kita tidak pernah mengerti dengan baik, tiba-tiba kita diberi BMW (3G). Yang terjadi pasti sudah dengan gampang diterka, BMW-nya akan teronggok saja di garasi sampai berkarat atau kalau kita balikkan ke 3G, maka 3G akan mati tanpa pernah sempat berkembang atau kalaupun bisa hidup paling hanya untuk gaya-gayaan. Ada ketakutan lain yang lebih utama dari para operator incumbent yang mungkin kita sebagai pengguna harus menerima getahnya. Kembali ke mikrolet di atas, bisa kita lihat dengan jelas letak ketakutannya. Para operator takut kalau mereka hanya menjadi mikrolet yang harus terseok-seok membangun pasar dan tidak pernah menikmati manisnya pasaran dari mobil mewah seperti BMW. Ini makin diperkuat dengan kenyataan masih terseok-seoknya para operator untuk mendapatkan lisensi maupun alokasi frekuensi 3G.

Sebenarnya semua itu hanya ketakutan yang sangat tidak perlu karena akan lebih menakutkan lagi kalau yang terjadi adalah masuknya pemain 3G ke dalam usaha jasa mikrolet alias low speed mobile data lengkap dengan jasa standar voice-nya pada saat para incumbent yang ada sekarang ini belum mengerti pasar mikrolet (mobile data). Sebagai pengguna jasa mikrolet pasti akan lebih memilih BMW daripada kalau kedua-duanya tersedia sebagai mikrolet dengan harga sewa yang sama. Dan sejarah sudah membuktikan. Di Jepang harus diakui sukses perkembangan operator 3G KDDI dengan produk AU-nya cukup mengganggu i-mode dari NTT-DoCoMo yang notabene pengguna teknologi yang sama generasinya dengan apa yang digunakan para operator seluler di Indonesia sekarang ini. Tetapi DoCoMo bisa tetap menjadi market leader karena sangat mengerti medan perang teknologi 3G dan mampu mengeksplorasi kelebihan mereka sebagai pemain yang lebih dulu ada untuk menyerang dan melumpuhkan serangan para pemain baru dengan teknologi 3G yang jelas lebih mumpuni.

Ada tiga hal utama yang bisa kita sarankan kepada para existing operator tanpa perlu membedakan teknologi apa yang mereka usung, GSM ataupun CDMA. Pertama, para operator mulai mencoba mengerti bagaimana dan akan ke mana pasar mobile data di Indonesia. Usahakan proses untuk mengerti ini dijalankan dengan cepat. Pelanggan sudah terlalu lama menunggu. Kalau masalah internal dalam operator incumbent tidak punya tenaga dan waktu, mulailah menciptakan mekanisme kerja yang menarik untuk para wiraswasta baru agar tertarik menjadi mitra kerja sama mengembangkan pasar mobile data. Biarkan para wiraswasta tersebut menyelesaikan pekerjaan rumah para incumbent membangun pasar mobile data di Indonesia. Intouch bisa diambil sebagai contoh menarik sebagai mitra, tetapi yang kita perlukan adalah ribuan Intouch baru, tumbuh, dan berkembang. Mungkin konsep MVNO (Mobile Virtual Network Operator) merupakan salah satu model lain yang menarik untuk dijajaki para incumbent dalam menggaet lebih banyak mitra.

Kedua, para operator perlu serius mempelajari metode usage charging apa saja yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Alternatif metode charging per menit dan per kilobyte belum cukup menarik. Kita sebagai pengguna mungkin memerlukan berbagai macam metode charging yang lain yang lebih sederhana dan menarik. Untuk ini operator bisa memanfaatkan para mitra kerja sama untuk bertindak kreatif menemukan ide-ide baru di daerah usage charging
Ketiga, jangan takut teknologi 3G akan membuat pengguna berpaling dari operator yang ada. Teknologi 3G di Indonesia pada saat ini lagi kehilangan momentum, apalagi dengan makin membaiknya teknologi GPRS (ditandai dengan lahirnya EDGE) dan teknologi mobile data CDMA2000 1X (ditandai dengan lahirnya EVDO).

Dari sisi kebutuhan mobile data para pelanggan yang belum tereksplorasi, ternyata masih banyak kebutuhan-kebutuhan yang sudah bisa mulai dilakukan tanpa perlu menunggu teknologi 3G. Kebutuhan video stream yang didengung-dengungkan harus menunggu teknologi 3G datang dulu baru kita bisa nikmati, ternyata salah. Pada saat ini Mobile-8 terbukti bisa menjalankan realtime video stream dari sudut-sudut penting jalan di Jakarta dan yang terakhir terdengar sedang berusaha menemukan model bisnis dari layanan mobile TV dan movie on demand yang telah tersedia.
Layanan EDGE dari Telkomsel sudah mampu memberikan layanan sekelas layanan 3G dengan spesifikasi teknis 2 Mbps. Begitu juga teknologi EVDO dari CDMA2000 1X yang sedang dipelajari hampir oleh semua operator pengusung CDMA di Indonesia.
Kalau ternyata berbagai layanan mobile data sudah tersedia sekarang (dari para incumbent), dengan teknologi yang bisa diadu dengan teknologi 3G dan dengan tariff charging yang kreatif dan menarik bagi para pengguna, buat apa lagi kita harus menunggu perkembangan 3G yang terseok-seok di tanah air ini!

5.6 Audit Lisensi dan Frekuensi 3G

Kekisruhan ditimbulkan oleh Cyber Access (CAC) dengan berita 9 Maret 2005 "Hutchison Telecom to Acquire 60% Stake In Cyber Access, Indonesia" (http://www. tmcnet.com). Komisi V DPR jelas melarang CAC menjual saham. Asmiaty Rasyid dan Komisi V meminta mencabut lisensi dan tender sampai Menteri Sofyan Djalil pun pusing (Koran Tempo, 24 Maret 2005) dan menyatakan Cyber Access milik Charoen Phokpand sebagai "license broker" (http:// www.jeffooi.com, 14 Maret 2005). Suasana memanas, akhirnya Menteri Sofyan Djalil menyatakan bahwa pemerintah akan mengaudit lisensi frekuensi. Sialnya, ditambah pernyataan incumbent untuk memperoleh alokasi frekuensi 3G (Kompas, 21 Maret 2005). Bahkan incumbent mengklaim penurunan nilai saham karenanya (Kompas, 18 Maret 2005). Bagaimana nilai saham tidak turun kalau quality of service belum baik?
Semoga pernyataan pemerintah (c.q. Menkominfo) tidak ditunggangi, tidak dimanfaatkan, dan tidak membodohi rakyat awam Indonesia. Pemerintah tampaknya mencampuradukkan antara teknologi komunikasi (3G) dan alokasi frekuensi. Dua hal berbeda cukup jauh, kebetulan disatukan dalam lisensi 3G yang diberikan ke CAC. Pemerintah perlu mempertajam, apakah ingin mengaudit lisensi penyelenggaraan operasinya atau mengaudit frekuensi operasinya? Incumbent jelas dan eksplisit meminta frekuensinya.

Teknologi 3G ada beberapa (http://www.mrvfone.com.au/vfone/3g/), yaitu GSM (WCDMA) di 2 GHz, CDMA 1X EV-DO (1,9 GHz), dan yang akan datang SCDMA (2 GHz). Perlu dicatat bahwa teknologi yang digunakan di Flexi, StarOne, dan Mobile-8/Fren, yaitu CDMA 1X, di kenal sebagai teknologi 2,75 GHz yang tak jauh dari 3G dan tinggal mengaktifkan beberapa fiturnya untuk menjadi 3G. Dalam kalimat sederhana, sebetulnya Flexi, StarOne, dan Mobile-8/Fren sudah 3G ready. Memang mereka tidak memperoleh lisensi penyelenggara 3G, tetapi teknologinya 3G ready. Telkomsel pun berusaha mengembangkan GSM ke 3G (Bisnis Indonesia, 3 November 2004).

Jika pemerintah ingin bertindak tegas dan adil mengaudit lisensi penyelenggara 3G, tidak bisa hanya mengaudit CAC, Excelcom, dan Lippo Telecom. Pemerintah harus mengaudit operator seluler maupun Fixed Wireless Access (FWA) yang non-3G, tetapi 3G ready. Isu kedua adalah frekuensi. Mari kita lihat apa alokasi frekuensi 3G? Di Amerika Serikat, FCC (http://www.fcc.gov/3G/) sedang berusaha menetapkan alokasi frekuensi 3G pada pita frekuensi 1710-1770 MHz dan 2110-2170 MHz (2x60MHz). Dunia selain Amerika Serikat (http://www.3g-generation.com /3g_spectrum.htm) menggunakan alokasi yang agak berbeda, yaitu 1890-2025 MHz, yang tumpang tindih dengan teknologi UMTS TDD dan DECT. Sedangkan frekuensi 2110-2200 MHz yang tumpang tindih dengan teknologi UMTS FDD, dan frekuensi 2500-2690 MHz yang ada hari ini tumpang tindih dengan IndoVision.

Pertanyaannya, apakah benar hanya tiga operator saja di Indonesia yang menggunakan alokasi frekuensi 3G? Jelas pada pita frekuensi 1885-2025 MHz (lebar 140MHz), 2110-2200 MHz (lebar 90MHz), dan 2500-2690 MHz (lebar 190MHz) tidak mungkin hanya digunakan oleh tiga operator seperti yang diklaim beberapa pakar dan pemerintah.
Jelas dan eksplisit di web TelkomFlexi (http://www.telkomflexi.com) maupun forum diskusi TelkomFlexi (http://www. plasa.com/phpBB2/woltlab/wbboard/main.php) bahwa TelkomFlexi menggunakan frekuensi 1,9 GHz yang merupakan frekuensi 3G sejak tahun 2002! Kumpulan informasi yang diperoleh berbagai sumber yang lumayan akurat dapat disimpulkan, pertama, saat ini paling tidak ada delapan operator yang memperoleh tambahan frekuensi 3G secara langsung, bahkan, kedua, Telkom dan Indosat sudah memperoleh frekuensi 3G sejak tahun 2002.

Gambaran kondisi lisensi serta frekuensi 3G di Indonesia adalah sebagai berikut. Ada beberapa operator sudah beroperasi dan memperoleh tambahan frekuensi 3G setelah operasi, yaitu Telkom (FWA TelkomFlexi CDMA 1X 1,9 GHz) dan Indosat (FWA StarOne CDMA 1X 1,9 GHz) tahun 2002. Sedangkan NTS di 2 GHz tahun 2004. Tahun 2000, TelkomSel, Excelcom, dan Indosat memperoleh 1,8 GHz. Tahun 2004, Excelcom memperoleh tambahan untuk TDD di 2 GHz.

Ada pula perusahaan yang sudah mendapatkan lisensi dan frekuensi 3G, tetapi belum beroperasi, yaitu WIN (1,9 GHz), Primasel (1,9 GHz), dan termasuk CAC (2 GHz). Beberapa catatan tambahan, WIN memperoleh lisensi komunikasi data (bukan seluler) dan frekuensi 3G di tahun 2001. Primasel memperoleh lisensi seluler dan frekuensi 3G di tahun 2004. Sedangkan CAC memperoleh lisensi seluler dan frekuensi 3G di tahun 2003.

Beberapa saran implementasi auditing jika pemerintah (Kominfo) ingin mengaudit. Audit semua penerima frekuensi 3G secara adil dan transparan, termasuk Telkom, Telkomsel, Indosat, Cyber Access, NTS, Excelcom, Primasel, dan WIN. Tidak adil jika audit hanya salah satu operator saja. Audit harus melibatkan seluruh operator yang sudah beroperasi. Sialnya, kemungkinan ini memberikan dampak negatif pada industri telekomunikasi keseluruhan.
Tujuan pemerintah hanya ingin tahu mengapa pengusaha makanan ayam dan agribisnis, seperti Charoen Phokpand (http://www.cpthailand. com), dapat mendapatkan lisensi 3G, karena operator seluler justru dilarang turut tender 3G. Karena itu, sebaiknya audit fokus pada CAC saja supaya tidak meresahkan operator dan investor yang memang sudah memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Pemerintah jangan mengaudit karena ingin unjuk gigi, mencari sensasi dan popularitas, yang pada akhirnya detrimental bagi industri telekomunikasi. Jangan pula melakukan audit karena lobi-lobi perorangan atau instansi tertentu. Pemerintah (c.q. Menkominfo) harus bersikap tegas agar desas-desus tidak berkembang lebih jauh. Apakah hanya CAC atau semua operator akan diaudit, harus secara tegas dan eksplisit dikatakan.

Tentu cerita akan lebih menarik kalau dilakukan audit juga pada Ditjen Postel. Termasuk audit mekanisme modern licensing dari Ditjen Postel yang memungkinkan CAC memperoleh izin penyelenggaraan padahal tidak terdengar operasinya. Keberadaan lisensi operasional CAC yang menyebabkan kemudahan dalam "menjual kecap".

5.7 Dari Panggilan Video sampai Tata Suara Stereo

Kemajuan teknologi komunikasi informasi di satu sisi mampu menghasilkan konvergensi yang utuh dan menyeluruh, di sisi lain condong mendorong konsumen untuk menjadi bimbang karena terpesona oleh desain, fitur, dan kemampuan yang ditawarkan oleh berbagai produk baru. Para produsen ponsel, misalnya, ternyata sangat memerhatikan desain produknya yang tidak hanya mencerminkan kemampuan untuk bertelepon saja, tetapi juga menarik minat siapa saja yang melihatnya.
Kesimpulan ini setidaknya tercermin ketika Kompas mencoba ponsel terbaru Motorola menggunakan teknologi 3G, seri A1000 yang menggantikan seri sebelumnya A925. Ponsel dengan kamera dua buah di depan dan belakang ini, ternyata menarik minat orang-orang untuk dilihat tidak hanya dari jauh, tapi juga ingin memegangnya.
Rancangan desain memang memiliki daya tarik sendiri, walaupun orang belum tentu ingin memilikinya kecuali mereka yang benar-benar menjadikan ponsel sebagai sebuah fesyen dan meningkatkan status simbol. Karena, Motorola A1000 dengan kemampuan teknologi 3G ini di Indonesia masih belum bisa digunakan, walaupun ponsel terbaru Motorola ini bisa digunakan menggunakan teknologi 2G yang disediakan oleh berbagai operator GSM.
Memang belum banyak ponsel berkemampuan 3G yang beredar di pasaran, karena kesiapan infrastrukturnya sendiri tampaknya memerlukan waktu yang sangat lama karena kericuhan yang terjadi akibat penjualan saham lisensi 3G belum lama ini. Ketersediaan perangkat ponsel dalam teknologi baru memang menjadi sangat penting, karena tanpa ponsel yang tersedia bisa dipastikan layanan yang disediakan operator 3G tidak akan bermanfaat banyak untuk menarik minat pengguna ponsel.

Memang sering terjadi dualisme, apakah menyediakan dulu ponsel berkemampuan 3G di pasaran atau menunggu sampai infrastruktur yang baru dibangun berbasis teknologi 3G siap dioperasikan. Melihat pengalaman operator CDMA, keterbatasan perangkat ponsel menjadi sebuah kendala tersendiri sehingga Mobile-8, misalnya, mengambil inisiatif untuk menjalankan mekanisme bisnis operator driven di tengah-tengah pasaran Indonesia yang dipacu oleh kekuatan merek.

5.7.1 Tulisan tangan

Terlepas dari masalah ini, Motorola A1000 yang menggunakan sistem operasi Symbian 7.0 dengan layar sentuh TFT yang mampu menghasilkan 65.000 warna ini memiliki ukuran layar yang besar dan lebar, 4 x 6 cm. Monitor yang bisa digunakan sebagai input berbagai macam data ini, mampu mengenali tulisan tangan atau menggunakan virtual keyboard yang muncul di layar.

Pengenalan tulisan tangan pada ponsel A1000 ini memang tidak sebaik pada berbagai PDA (Personal Digital Assistant) yang condong lebih cepat dan memiliki beberapa metode. Pada ponsel A1000, kemampuan pengenalan tulisan tangan terasa lambat dan membutuhkan waktu beberapa saat untuk mengenalinya. Kemungkinan besar, ini disebabkan karena produk A1000 yang dicoba Kompas adalah engineering sample yang masih membutuhkan perbaikan di mana-mana.

Mereka yang tidak terbiasa dengan sistem pengenalan tulisan tangan, bisa memilih virtual keyboard yang lebih cepat untuk merangkai kalimat ketika mengirim pesan singkat atau melakukan aktivitas lain untuk memasukkan data.
Karena menggunakan Symbian 7.0, aplikasi perangkat lunak yang tersedia bagi ponsel A1000 ini sangat luas tergantung dari kebutuhan penggunanya. Motorola A1000 ini mampu untuk menyinkronisasi dengan aplikasi seperti Outlook atau Lotus Note, dan bisa terhubung ke komputer melalui Bluetooth atau menggunakan kabel USB.
Ditujukan untuk pengguna bisnis, A1000 dilengkapi aplikasi Microsoft Document Viewer yang memungkinkan untuk melihat berbagai dokumen dalam format yang dibentuk oleh Word, Excel, PowerPoint untuk presentasi, serta dokumen PDF buatan Adobe.

5.7.2 Tata suara stereo

Sebagai ponsel berkemampuan 3G, Motorola A1000 mampu untuk melakukan berbagai jasa video mobile seperti yang disediakan oleh operator 3 di Hongkong. Ponsel ini mampu untuk melakukan panggilan video dengan aliran imej yang jelas dan tajam, pesan video seperti pada MMS, serta mengambil (download) klip video. Karena monitornya yang besar, A1000 juga mendukung format layar yang lazim digunakan untuk widescreen video.

Berbeda dengan ponsel 3G buatan Korea Selatan atau Jepang yang menggunakan kamera digital tunggal dirotasi ke depan dan ke belakang, Motorola A1000 menggunakan dua buah kamera dengan ukuran yang berbeda. Kamera digital yang berada pada bagian dalam digunakan ketika menerima atau memanggil panggilan telepon video. Dan kamera pada bagian belakang yang memiliki 1,2 megapiksel digunakan untuk memotret dengan kemampuan zoom digital empat kali.

Salah satu fitur yang menarik perhatian Kompas pada ponsel A1000 adalah pengeras suara stereo yang terletak di sisi kiri dan kanan dengan keluaran yang hanya terlihat seperti sebuah garis tipis. Namun, ketika memutar musik MP3, kualitas suara stereo yang dihasilkan A1000 ini mencengangkan mampu menghasilkan alunan suara yang jernih dan tegas.

Mungkin ponsel Samsung sendiri yang terkenal mampu menghasilkan kualitas suara stereo yang prima selama ini, perlu juga melirik kemampuan stereo yang dihasilkan A1000 ini. Alunan suara yang ke luar dari kiri dan kanan ini mampu menghasilkan tata suara yang sangat baik, sekaligus mencerminkan bahwa A1000 adalah sebuah ponsel 3G masa depan.
Satu saja kelemahan, tapi sekali lagi ini adalah ponsel engineering sample, baterai yang tidak bisa bertahan memadai dibandingkan dengan ponsel 3G sejenis buatan Nokia. Mudah- mudahan setelah kericuhan 3G yang terjadi ini, persoalan baterai menjadi perhatian Motorola untuk bisa memperpanjang waktu penggunaannya.

5.8 3G: Applications, Services and Market
By offering their customers new user-friendly high-speed multimedia services, mobile operators will access new sources of revenues.
Via their 2G/3G quad-band (900/1800/1900/2200 Mhz) / dualmode multimedia mobile phones of tomorrow, users will access three main families of applications and services:
Always-on—for example, e-mail, personal organizer, traffic management, automation, sales, and so on.

Information—for example, Web surfing, corporate Intranet, net games, music, news services, location, events and transportation services.
Purchasing—for example, on-line shopping, banking, gambling, ticketing.
It is projected that by 2004, outside North America, forty percent of e-commerce transactions with consumers will be initiated from a portable cellular-enabled service.



5.9. Contoh diagram 3G





















adds